Haisi ( 詩俳句 ) ke – 90
kemilau danau
kilau hamparan kaca
cahya rembulan
Bias kemilau danau di langit
membentang spektrum warna
Tujuh bidadari turun
mandi tujuh selendang mayang menari
Serupa tubuh ikan
arwana menyembur dari rambutnya
Riang riang pakulun
riang riang anjar asmara merenda hati
cahaya itu
sihir raut wajahnya
purnama bulan
Diam diam aku bangkit
dari pesona jiwa
Terjun ke dasar danau
terjun ke dalam sukma
Di mana tujuh petala
negri pancur tiga belas
Selaksa angan sir
bertemu sir
sir danau kaca
rembulan di atasnya
pesona jiwa
Bbaru, 2016
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 91
mamang kenduri
lalayan dalam altar
tandik balian
Lalayan tempat
berteduh penghuni puncak gunung dan penghuni lembah
Dan tempat ruh yang
akan terbang mencari persemayamannya
Dan getah damar adalah
suluh ruh dalam bubus asap setanggi pedupaannya
Di dalam balai balian
bawo berdiri kaki tunggal menyampir mantra sukma sejati
sukma sejati
menyembur ufuk kelam
surya terbenam
Sembur. Petir
menyambar hutan menyambar batu batu ampar dan batu batu pebukitan
Sagaling mata menyala
tunduk segala dedemit dan hantu yang membawa bencana
Lalayan adalah pusaka nenek moyang yang patut dijaga
Pagari dengan darah
pagari dengan tulang tulang dari segala perusak kubur ruh kehidupan
Sagaling tegak berdiri di bawah tujuh lapis langit di
atas tujuh lapis bumi
aruh tahunan
pusaka nenek moyang
tetap lestari
Kssb, 2016
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 92
dara jelita
gurau di tengah hutan
siang yang teduh
Semilir angin
senandung kembang pekasih
Aroma gerai rambut sang dara
jelita
Merdu gurauan tawa
perangkap bagi lelaki celaka
cahaya surya
meremang di Ambulung
macan jadian
Di atas rumput hijau
tampak dara jelita bergaya
Menggoda pandangan
mata dalam spektrum fatamorgana
Air liur menetes : Daging
manusia lebih gurih dan lezat
rerumpun daun
kilau cahaya surya
menyingkap rupa
Aku tahu asal usulmu
hai dara
Aku tahu nama orang
tuamu hai macan
Sangatak sangitik maha
rajapati
siang membara
jadian itu lebur
ditelan bumi
Kssb, 2016
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 93
Takdir Tikar Purun
samar cahaya
di atas tikar purun
bulan seiris
Melintas lelawa
seketika kamar menjadi ruang hampa
Bulan tampak seiris di
atas tikar purun. Tubuh terbaring
Membalut luka usia
lantaran musafir itu kehilangan arah
Tak bintang satu pun
petunjuk. Betapa kelamnya malam
kelamnya malam
bulan cuma seiris
di tikar purun
Duh alam semesta
perihnya langkah kehilangan mata
Perihnya di pisau
risau. Tatkala dedaunan bergoyang
Awan menyerpih.
Musafir itu menyebut nama tuhan
Kemudian bangkit dari
takdirnya
di atas tikar
malam sonder berawan
sonder lelawa
Bangkit dari tikar
takdir
Melangkah pada jejak
garis yang membentang
Hari kelahiran di
akhir tahun. Musafir itu menyebut nama tuhan
Dalam alir air matanya
yang menetes di atas tikar purun
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 )ke – 94
: Eno
daun lengkuas
dalam semilir angin
di ujung senja
Daun lengkuas
disemilir angin
Setelah usai
lengsernya senja dan lembayung senyap
Pada bias terakhir di
ubin lantai. Kamar berduka
Lirih suara jangkrik
mengantar dzikir
gerimis turun
pucat cahya pelita
di dalam kamar
Di ujung daun. Suara
menetes sedemikian duka :
Sembuh sayang kami menyayangi
kamu. Si buah hati
Pucat di cahya pelita.
Kehilangan tawa manja. Sembuhlah sayang
Gerimis di daun daun
suara jangkrik
lirih di angin malam
lantunan dzikir
Daun lengkuas runduk.
Maha duka
Di ujung daun menetes
doa doa
Sembuhlah sayang
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 95
ayam berkokok
membuka pintu hati
tatkala fajar
Fajar memancar. Di
ufuk timur lembayung spektrum di balik gunung
dan mengapung di atas
ombak laut. Kasidah buih di pantai
mengantar nelayan
pulang melaut.
Nun di semenanjung pepohonan mengucap salam dan
takbir
dan camar mengucap
syukur masih bisa melihat pajar menyingsing
azan mengalun
subuh memberi nikmat
rahmat ilahi
Tak ada yang
mendustakan nikmat dan rahmat ilahi
Kecuali mereka yang
merusak kelestarian alam semesta
Sehingga terjadi
bencana pandemi banjir longsor tsunami
gempa dan malapetaka
lainnya
di dalam subuh
berlinang air mata
diri yang fakir
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 96
Kusebut Namamu
melati merah
di ujung senja kala
semilir angin
Di antara rerumput
perdu serumpun melati memberi warna lain
Di angin semilir tangkai berayun ayun. Di
kelopak yang mekar
entah apa ada seraut
wajah. Bening di ujung senja
Tak ada suara burung
hanya gemercik air di batu batu sungai
gemercik air
sungai Layuh mengalir
dusun terpencil
Kusebut namamu kala
gemercik itu membasahi kesunyian
Membasahi rindu dalam
lipatan masa silam. Kusebut namamu
Wajah di kelopak
melati merah
Duh
Kesunyian ini begitu
sunyi
Banjarbaru. 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 97
purnama bulan
di atas ombak laut
pantai Takisung
Jejak langkah menyusur
pantai di separuh malam
Kala bulan purnama
mengapung di atas ombak
Nun di batas laut
kerlip lantera para nelayan
Maha benar rahmat dan
nikmat dalam firmannya
1
cahaya bulan
kilau di puncak ombak
mengejar pantai
2
sepanjang pantai
buih putih mendesir
di bawah bulan
Hening terasa nikmat
kala ombak itu usai mencium pantai
Dan jejak langkah menyusur pantai menyusur usia yang kian
renta
Harapan memberi makna
dalam hidup dan kehidupan yang fana
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 98
Bunga Sedap Malam
setangkai bunga
mekar harum mewangi
di angin malam
Mekar setangkai bunga sedap malam mengharum ke dalam kamar
Binar cahya rembulan
di tangkai gemulai . Embun yang menetes
di kelopaknya suara
hening malam
di hening malam
suara tetes embun
ke lubuk jiwa
Semilir angin dan
kamar semakin mengharum sampai suara itu
bersiluet di dinding
jiwa :
“Telah kutanam bunga
sedap malam dalam jambangan waktu
Memagar rinduku dari
sihir gelapnya malam“
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 99
Hujan Membasuh Usia
hujan Desember
menjelang ulang tahun
menatap langit
eksplorasi perjalanan seorang musafir ke mana langkah
ke mana suratan dakdir
yang telah diikrarkan sewaktu masih segumpal darah
dalam perjalanan
menuju akhir perjanjian
sujud di atas bumi dan
menadah dengan tangan gemetar
hanya kepadamu memohon
keredhoanmu
atas tapak jejak yang
dilangkahkan pada jalan yang gulita
basuhlah usia renta
ini dengan hujan rahmatmu ya rabb
1
hujan menetes
ke ubin lantai kamar
di rumah tua
2
hujan Desember
menjelang akhir tahun
lantun al furqan
eksplorasi perjalanan
seorang musafir pada takdirnya
di dalam hujan
lantunan al furqan membasahi daun daun pohon
dan rerumputan yang
runduk disemilir angin
musafir itu tafakur
masuk jauh ke dasar jiwanya yang :
fana
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 100
Hujan Awal Tahun
air menetes
di ujung atap rumah
bayiku lahir
Air yang menetes dari
atap rumah mendengar alun nafas bayiku
yang baru lahir
Angin semilir. Gemulai
daun flamboyan sepanjang tepi jalan mengucap salam
Di jendela menatap
hujan awal tahun
menatap diri semakin
renta musafir yang fakir
hujan di awal tahun
jalan membentang
Menatap jejak langkah
pada eksplorasi perjalanan kehidupan
di balik hujan jalan
kembali membentang
tatkala tempias
meleleh di kaca jendela
Meleleh air mata
Jika memang harus
lahir kembali pada takdir
akan kualamatkan
suratan-suratan tasbih zikir
sebelum mentari
tenggelam
suara hujan
dikeheningan kamar
duduk tafakur
Jika burung burung
nasib kembali bernyanyi
Dan gugus langit membusurkan spektrum pelangi
Kita tak letih menanam
seribu bunga harapan di jambangan
cinta
Banjarbaru, Jan 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar