Selasa, 23 Juli 2024

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 50.

 

Suatu Malam

 

di daun kelor

seribu kunang kunang

malam yang kelam

 

seribu kunang kunang membangun

kerlip pada sebuah kelam

tiba tiba kau mengental dalam ingatan

kemudian menjelma nyala api yang membakar igauanku

lalu aku luruh dalam sebuah risau sembilu

 

luruh

serupa sayap kapas

melayang di antara kata kata

yang berserakan di kaca duka :

 

 musafir itu

 kehilangan  alamat

 malam yang pekat

 

Banjarbaru, 2020

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 51.

 

Nalam Di Atas Danau

 

bulan kemilau

nalam di atas danau

rindu bertuak

 

kutambatkan di sinar rembulan

membiarkan sampan kecilku mengapung

dalam cumbu ombak di tengah danau

dengarlah kadundang bathinku

secupak nira hanyutkan jiwa merindu

 

mata berlinang

terkurung dalam bulan

buka jendela

 

jangan  biarkan dirimu terkurung dalam bulan

bukalah jendela purnama atas nama cinta

uraikan rambut perakmu seluruh kasih

langit telah kering mengucurkan air matamu

daundaun pinus telah basah mendesirkan isakmu

 

risalah silam

telah ditenggelamkan

ke dasar senja

 

kutenggelamkan sudah masasilamku

berabad abad  ekstase jiwa di tebing tebing batu

setiap purnama seteguk nira pengobat rindu

mengapung di kuntum wajahmu                                               

mari kadundangkan nalam kita

risalah percintaan kembara bersama angin

 

gaun pengantin

elok putri rembulan

menari japin

 

jangan sekejap pun wajahmu disaput awan

jangan ada bintang sembunyikan berlian matamu

menarilah putri rembulan

menarilah dalam gaun pengantin

gunung dan rimba telah lama ditinggal penghuninya

seperti juga bathinku

menarilah dengan segenap cinta

di atas jiwa mengombak

 

malam setanggi

wangi bumi kenduri

dipersemayam

 

biarkan aku surup dalam mantra tarimu

biarkan aku halimun dalam mantra gaunmu

agar bumi kenduri dimana aku bersemayam

di tujuh lapis mekarnya rindu

di tujuh lapis wanginya wajahmu

melupa segala dendam sunyi

melupa segala dendam asap setanggi

                                          

Banjarbaru, 2020

 

 

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 52.

 

Meratus Memalas Banua

 

senja lembayung

sejauh lereng bukit

suara anggang

 

lereng bukit memutih

padang ilalang yang menerbangkan bulu bulu kapas

senantiasa merindu tanah kelahiran

Meratus

 

makin lembayung

senja menapak lereng

hutan tak rimba

 

hentakan kurung kurung sesayup makin senyap

lelaya di pelataran balai masih berasap setanggi

harum minyak likat baburih likat cinta tanah banyu

Meratus

 

membangun rumah di hati anak negri

tersebab tanah banyu kehilangan tempat tinggal

gunung dan rimba kubangan bumburaya

Meratus memalas banua

 

lembayung senja

hilang di balik bukit

Meratus kelam

 

Orang orang tak pernah mau dengar

bagaimana gema penghabisan keluh

orang tak punya rumah

dan tak tahu lagi asal usulnya

negeri apa

orang orang tak pernah mau dengar

keluhan hatinya sendiri

 

Banjarbaru,2020

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 53.

 

Rindu Yang Tak Usai Usai

cahya rembulan

jatuh di pelataran

juwita malam

 

angin di rumpun pinus menggesek biola

merisalahkan perjalanan malam yang semakin malam

semakin sepi kamar yang tak berdua

secupak nira merangkai sajak

merangkai segenap perjalanan rindu yang tak usai usai

 

1.

 

secupak nira

dalam cahya rembulan

merangkai hati

 

2.

 

merangkai hati

di kesepian kamar

rembulan pucat

 

tiba tiba

bayangan itu pelan melenyap dan senyap

tatkala awan gemawan berubah gumpalan kabut

kata kata pun berserak di pelataran

bertuak

 

bertuak sampai suntuk malam

sampai angin di rumpun pinus itu entah ke mana

hanya kelepak lelawa

hanya itu

 

Banjarbaru, 2020

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 54.

annya

Tak akan terjadi bencana

 

Surya yang bertengger di ranting

Jatuh kemilaunya ke bibir cangkir
Sungguh tak habis kata syukur

 

pagi kirana

di dusun kelahiran

gemercik sungai

 

Banjarbaru, 2021

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 55.

 

Mengintip Cupang Di Balik Batu

 

beranjak senja                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 

mengintip ikan cupang

di balik batu

 

Sampai senja tak lagi lembayung

Tidak beranjak

Masih mengintip seekor cupang di balik batu

Dalam riak dan ombak aquarium

Sesekali pelan menampakan separoh tubuhnya

dan sesekali menampakkan ekornya yang mengikas ngibas

 

air pancuran

jatuh ke atas batu

simponi  senja

 

Tak diduga cupang itu ke luar dari balik batu

Spektrum  sisik warna pelangi kemilau di air bening

Kedua siripnya yang tipis begitu anggun di cahya lampu

Matanya jambon

 

Dalam takjubnya

Terasa kaki dan tangannya yang  lumpuh dapat digerakan

Dan bibirnya bisa tersenyum

Mulutnya jelas mengucap alhamdulillah dan rasa syukur

 

menara masjid

mengalun azan magrib

ringan melangkah

 

Banjarbaru , 2021 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 56.

 

Kecemasan Meratus

 

hamparan rumput

dalam genangan air

hujan mencurah

 

tak terdengar lagi kicau burung setiap membuka jendela

setelah hutan kehilangan rimba dan gunung menjadi danau

hanya tangis  hamparan rumput dalam genangan air

hujan yang berkepanjangan

dan hujan yang di bungkus angin jatuh dari bukit

 

di atas tebing

air meloncat loncat

bunyi gemuruh

 

guntung pada melimpah dan lembah pada gelisah

dusun dusun dikepung banjir dan sebenar lagi akan tenggelam

suara kecemasan Meratus selalu tidak pernah didengar

sebab banjir dianggap hal yang biasa

 

di atas bukit

suara burung enggang

balian mati

 

orang orang pada terjaga dan meratap setelah terjadi bencana banua

tapi adakah yang peduli mengapa terjadi bencana  

di suatu mimbar

orang orang tak pernah mau dengar keluhan hatinya sendiri

 

jembatan runtuh

warga dusun terpencil

gawi sabumi

 

Banjarbaru, 2021

 

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 57.

 

Mencari Ibu di Hari Ibu

( rintik mulai turun )

 

di hari ibu

anak anak berlari

mencari ibu

 

emansipasi wanita yang kehilangan makna

akan menjadikan wanita kehilangan hakikat ibu

sejatinya pejuang adalah ibu di kala hamil

dan pahlawan di kala bersalin

 

di alun alun

tinggal separoh ibu

berpayung hitam

 

siapa nama ibumu

bocah dekil itu menyebut nama ibunya

serupa benar dengan namaku

seseorang metatapnya begitu dalam

 

tubuh yang kuyup

di dalam kerumunan

ibu di mana

 

seseorang berhati ibu

kamu tidak malu menyukaiku

anak perempuan bermata bening berkata

ibuku juga miskin melarat dan papa

dulu ibuku sangat kaya dan sangat cantik

bapaku meninggal ketika membela ibu

diperkosa penjajah

 

di bawah payung

lengkingan tangis bayi                           

dalam gendongan

 

aku serupa ibumu

bahkan satu jiwa satu raga

aku tidak pernah merasakan kemerdekaan

ketika orang orang mengatakan merdeka

sebab banyak bangsa sendiri yang bermoral penjajah

dan menolak koruptor dihukum mati

 

aku juga kehilangan ibu

tapi akulah ruh dan jiwa ibumu

yang mengalir dalam nadimu

yang mengalir dialir nafasku

 

perahu kertas

kado buat ibunda

di hari ibu

 

di tengah hujan terus berlayar :

Izinkan aku mencium ujung tapak kakimu

dan kau kusebut ibu

 

Banjarbaru, 2021

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 58.

 

Gerhana Bulan Di Atas Danau Seran

 

gerhana bulan

di atas Danau Seran

jukung bertambat

 

cakrawala jernih langit menabur bintang

bulan mulai memerah dan bayang bayang mulai redup

jukung di atas danau pada diam karena semakin tak ombak

tiba tiba sesayup sisigan di juraian cahaya

menyibak fatamorgana menyibak segala duka lara

 

merenung diri

dalam hening semesta

bulan gerhana

 

dalam mata terpejam menapak jalan di relung jiwa

lembar suratan takdir dan menahan air mata agar tak tumpah

pada batang tubuh yang semakin manula

gerhana bulan di dalam renung maha benar firmanmu

 

Banjarbaru, 2021

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 59

 

Hakikat Kelahiran

 

tak sempat tahu entah dari mana seekor kupu kupu terbang di mataku

terbang serupa tarian radap rahayu menjadikan kemilau warna sayapnya

entah apa tahu tahu hinggap di jariku yang menisik zikir

di luar ruang tunggu mentari tak lagi silau tak lagi membuat keringat

manakala lengking tangis debaran jiwa di ruang hening  itu

 

mentari teduh

lahir di ruang hening

si buah hati

 

kuazankan dalam gendongan

sepasang mata yang bening menatap dunia ini

dan lengking menyempurnakan tangis adalah jejak langkah pertama di alam semesta

sebab ikrar telah diikrarkan sewaktu masih segumpal darah

dan di pintu hidup dan kehidupan dilangkahkan

 

seruan cinta

dari menara masjid

menggita takbir

 

hakikat anugerah kelahiran adalah amanah dari Allah untuk melestarikan generasi isi dunia

menebar benih perdamaian dan cinta seperti dalam firmannya di alam semesta

puji syukur  yang menerima anugerah rejeki ini

dan berbahagialah yang mengemban amanah dari ridhonya

 

sekuntum bunga

dalam belaian angin

pagi mewangi

 

si buah hati sekuntum bunga bermandikan cahya pagi angin menebar wangi

mulut mungil celoteh tangis kecil dan sepasang mata bola hati terpana

lonjakan tangan dan kaki aku kehabisan kata kata

tak sempat tahu entah dari mana seekor kupu kupu terbang melayang

dan hinggap di sekuntum bunga

 

coda :

sempurnakan mekar sekuntum bunga agar mimpi jangan gelisah waktu pagi dibasuh tangisan kecil tapi aku tak ingin ada yang mengusik ujung kelopaknya karena tetesan embun adalah suara kerinduan

 

Banjarbaru, 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Arsyad Indradi    Khabar Dari Dusun 10 0 Haisi Indonesia   Ilustrasi Cover :   Alvin Shul Vatrick Penerbit : ...Kelompok Stud...