Selasa, 23 Juli 2024

 

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke -70
 
Tarian Sunyi
 
asap wewangi
pedupaan setanggi
bulan purnama
 
asap wewangian jatilan menetes
setiap ruh itu merasuki sunyi
taksu tertanam dalam tubuhmu
menarilah atas nama purnama
 
bulan purnama
sembah jemari lentik
di altar sunyi
 
jemarimu menatah seribu musim
di layar layar kehidupan
dan berkata : inilah riwayat
altar pemerajaan sunyi
 
sanggul bersusuk
tujuh kuntum melati
wajah rembulan
 
orang orang pada takjub memandang
tubuhya sendiri di atas panggung
tatkala ruh cahaya bulan membungkus
tubuhnya
 
rembulan itu
sebelum layar turun
enah ke mana
 
sebelum suara suara gaduh di luar
panggung jadi sempurna
diam diam kau abukan dirimu
jauh ke dalam sunyi
 
Banjarbaru, 2021
 
 
 
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 71
 
Malam Soneta Buat Widia
 
masih setia
padma menjaga bunga
walau kemarau
 
kesetiaan tumbuh dari lubuk kasih sayang dan kasih sayang adalah inti dari hakikat cinta
kehidupan dalam bingkai segi tiga sama sisi hubungan manusia alam dan tuhan
seorang penyair berkata : jauhkan cinta yang lain pada ajalku sebab ia adalah altokumulus racun kehidupan
aku hanya berpihak kepadamu ya rabb
 
surya tenggelam
masih bunga seroja
di dalam kolam
 
entah berapa sudah matahari lengser di sini menjadikan kehilangan bayang pepohonan di tepian kolam
kelam sekujur kolam pandangan kelam menyelinap patamorgana dari semata dusta
seorang pujangga berujar tentang kesetiaan cinta : alangkah eloknya senyum setangkai bunga seroja bermandikan bulan purnama tatkala malam temaram membungkus dirinya
 
usai Desember
bunga poinsettia
masih di hati
 
malam teramat soneta di ujung Desember pada sebuah milad kau berbisik : besok pagi antarkan aku pulang
di sudut malam kau tanam bunga poinsettia sewaktu pagi mekar senyuman di taman hati
                        
Banjarbaru, 2021
 
 
 
 
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 72
 
Harum Kusuma Bangsa
 
hanyalah jasad
pada tetirah malam
jiwa berzikir
 
tubuh siapa terbujur di atas rumput berselimut cahaya mentari pagi
mimpi apa gerangan tadi malam sehingga gumammu dibawa semilir angin
selembar daun mahoni jatuh melayang menimpa tubuhmu sehingga terjaga
tak lepas alir napas melabuh doa ke muara maha
 
semesta alam
takjim mengucap salam
selamat pagi
 
burung burung riang berkicau
sungguh maha Allah dan maha benar segala firmannya
air mata mengalir mengucap syukur Allah masih memberi napas
tubuh yang renta itu menatap cakrawala di mana kilau cahaya
 
hari pahlawan
harum kusuma bangsa
putra pertiwi
 
tubuh yang renta itu hikmat berdiri di gerbang taman pahlawan
kutitipkan Indonesia padamu
teringat teman seperjuangan
senyum mekar kusuma bangsa di bibirnya dan berkata : merdeka  
 
Banjarbaru, 2021
 
 
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 73
 
Dendang Jukung Berkayuh
 
bayangan bakau
saat kemilau senja
sunyi mengapung
 
rumpun bakau memberi  eksotik yang elok di kala senja lembayung
bayang bayang kemilau mengapung di atas sungai 
dendang rantawan jukung berkayuh menuju pulang : 
Di arus Sungai Barito rerumpun ilung ikut mangantar jukung berkayuh
Pergi bersama pulang bersama jukung yang dekat jangan berjauh   
 
di pohon rambai
bekantan berloncatan
senja lembayung
 
bekantan maskot pulau Borneo semakin punah  
pohon rambai di tepian sungai semakin punah  
kota seribu sungai kehilangan sungai   
jukung berkayuh menuju pulang di kala senja lembayung
dendang riak riak arus sungai memecah sunyi :
Sungai Tabuk airnya dalam memancing ikan dapat adungan
Adat pusaka Kayuh Baimbai dibuang janganlah dibuang
 
sesayup dendang
kala senja lembayung
ingat kuriding
 
musik kuriding sahut bersahut seluang mudik ke mana arah asalnya
sayup sayup dari Bakumpai kur sumangat anak cucu
patah tidak kan patah kuriding sasungaian
jika berpulang harap jangan kuriding disangkutkan
ingat pesan tetuha  berlinang air mata
kuriding tinggal kenangan cari aduhai cari di mana kuburnya
 
Banjarbaru, 2021
 
 
 
 
 
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 74
 
Di Atas Tikar Pandan
 
di hening malam
air mata mengalir
kalbu berzikir
 
di tengah malam mencurahkan isi hati
masuk ke lubuk kalbu yang paling dalam
tikar pandan basah tak dapat menahan alir air mata  
jejak langkah yang kusam kelam di jalan perjalanan usia
sisigan kalbu berzikir tangan gemetar menadah doa
beri aku cahaya iman ya rabb
 
di tengah malam
di atas tikar pandan
menyusur kiblat
 
( Tak sembarang yang dapat masuk ke dalam surgamu
Kecuali bagi mereka yang beriman kepadamu )
 
( Dan surga di dunia akan musnah
Karena mereka tak pernah menyukuri nikmatmu )
 
alunan azan
membuka pintu subuh
alam tafakur
 
semesta hening mengantar fajar memancar
subhanallah panorama senantiasa nikmat tak berhingga
Alhamdulillah terima kasih Allah
 
Banjarbaru, 2021
 
 
 
Haisi ( 詩俳句 ) ke -75
 
Pandemi Kabut
 
kabut menebal
induk burung gelisah
anak mencicit
 
kabut di mana mana tak pernah surut malah kian menebal
kabut pandemi yang menakutkan mengerikan mematikan
entah dari mana datangnya kabut
 
orang orang saling menuduh negri asal muasal kabut
orang orang saling menghujat tak mampu menangani kabut
kabut tetap menjadi misteri
 
“ Orang orang pintar dan cerdas di negri ini melupakan Al Quran
sebab ada penyakit ada obatnya 
 
negeri kaya
tumbuhan berhasiat
Indonesia
 
Banjarbaru, 2021
 
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 76
 
Zikir Selembar Daun
 
mentari pagi
mendengar kicau murai 
di dalam sangkar
 
hidup dalam kehidupan perjuangan mesti ada pengorbanan
ketika masih segumpal darah perjanjian itu telah diikrarkan
dan ketika lahir ditandai dengan tangisan disitulah bermula kehidupan
 
selembar daun
lepas dari tangkainya
siang menggantang
 
selembar daun johar jatuh melayang dari reraning ranggas ke arus sungai
zikirnya masih terdengar
ketika alir mengantarkan sampai ke muara
 
Banjarbaru, 2021
 
 
 
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 77
 
Dusun Tanah Kelahiran
 
jalan ke dusun
suasana yang lengang
bunyi tonggeret
 
letupan buah para kanan kiri jalan dan senandung tonggeret ciri khas sebuah dusun
tanah kelahiran di pegunungan Meratus kebun karet dan kayu manis dipertahankan karena akan di bumikan kelapa sawit dusun yang damai asri tenang namun tercemar dan dirusak oleh investor dan kapitalis hutan dibabat gunung batu bara dibongkar habis habisan
di sana sini jadi tanah gundul dan danau kubangan hantu bumburaya
keuntungan dikeruk sebanyak banyaknya tidak memerhatikan kesehatan lingkungan dusun
 
nikmat  memikat
riak sungai di batu
hari yang teduh
 
masuk ke dusun jembatan gantung yang kokoh 
suasana sungai memberi eksotik tersendiri gemercik alir air di sela batu air yang bening mengaca bermain aneka ikan warna kemilau dipendar cahaya mentari hutan di kanan kiri yang teduh
tadabur alam menjernihkan beban hiruk pikuk dunia dan bersyukur rahmat dan nikmat
kasih sayang Allah
 
dusun pegunungan Meratus jauh dari polusi jauh dari corona yang menakutkan
warga dusun yang tertib dan menjaga kesehatan lingkungan taat petuah kepala dusun dan tetuha balai
adat kerukunan rakat mupakat dipegang erat turun temurun  
 
koda :
 
sedari pagi
lanting lagu penanjak 
sungai Loksado
 
Banjarbaru, 2021
 
 
 
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 78
 
Maha Kasih Sayang Allah
 
wajah mengapung
dalam secangkir kopi
di kala pagi
 
menyukuri rahmat dan nikmat Allah nun di timur mentari mulai bercahya
secangkir kopi penjernih pikiran dieksplorasi perjalanan hidup dan kehidupan  
wajah yang mengapung di atasnya becermin membaca diri yang fana
membaca keabadian akhir hayati  
 
merenung langit
spektrum aneka warna
busur pelangi
 
tak habis bahasa mengungkapkan begitu maha kasih sayang Allah
tatkala gerimis tipis dalam spektrum cahaya
pelukis mana yang mampu melebihi lukisan pelangi Allah subhanallah
semoga Allah memasukan hambamu ini ke umat rasulullah yang beriman dan bertaqwa
 
merintis jalan
ke rumah masa depan
sebelum senja
 
“ hidup bukanlah sewaktu mati dan mati sewaktu hidup “
sungguh maha kasih sayang Allah
 
Banjarbaru, 2021
 
 
 
 
 
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 79
 
Kota Diguyur Hujan
 
di balik mantel
demam penarik becak
menembus hujan
 
demi tanggung jawab keluarga harus berjuang menghadapi tantangan kehidupan yang serba sulit ini
penghasilan mesti ada walau cuma kecil kerja di luar rumah sebagai penarik becak sebab harta di rumah sudah habis terjual untuk biaya kehidupan keluarga selama anjuran berada di rumah saja masa pandemi covid 19 tawaqal kaki melangkah dengan kata bismillah
terus menarik becak menembus hujan membawa penumpang sedang demamnya disimpan di balik mantelnya Allah maha pengasih penyayang dalam alir nafasnya
 
hujan menderas
kota semakin sunyi
jalanan sepi
 
kota semakin kuyup dan sunyi jalanan pada sepi sederet becak mangkal di depan pertokoan
dengkurnya yang panjang merayapi lelampu jalanan yang buram
hujan sesungguhnya adalah rahmat dan nikmat namun karena ulah manusia hujan akan menjadi bencana
 
di rumah kardus
ada serangkum doa
malam gulita
 
hujan tak sudah di rumah kardus hunian sudut kota ada lantunan doa yang syahdu :
perkenankan ya rabb mohonku yang terakhir beri aku alamat jalan menuju rumahmu
di tengah malam itu ia mengukir epitaf di atas pusaranya sendiri
 
Banjarbaru, 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Arsyad Indradi    Khabar Dari Dusun 10 0 Haisi Indonesia   Ilustrasi Cover :   Alvin Shul Vatrick Penerbit : ...Kelompok Stud...