Haisi ( 詩俳句 ) ke -70
Tarian Sunyi
asap wewangi
pedupaan setanggi
bulan purnama
asap wewangian jatilan
menetes
setiap ruh itu merasuki sunyi
taksu tertanam dalam tubuhmu
menarilah atas nama purnama
bulan purnama
sembah jemari lentik
di altar sunyi
jemarimu menatah seribu musim
di layar layar
kehidupan
dan berkata : inilah riwayat
altar pemerajaan sunyi
sanggul bersusuk
tujuh kuntum melati
wajah rembulan
orang orang pada
takjub memandang
tubuhya sendiri di atas panggung
tatkala ruh cahaya bulan membungkus
tubuhnya
rembulan itu
sebelum layar turun
enah ke mana
sebelum suara suara
gaduh di luar
panggung jadi sempurna
diam diam kau abukan dirimu
jauh ke dalam sunyi
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 71
Malam Soneta Buat
Widia
masih setia
padma menjaga bunga
walau kemarau
kesetiaan tumbuh dari lubuk kasih sayang
dan kasih sayang adalah inti dari hakikat cinta
kehidupan dalam bingkai segi tiga sama sisi hubungan manusia alam dan tuhan
seorang penyair berkata
: jauhkan cinta yang lain
pada ajalku sebab ia
adalah altokumulus racun kehidupan
aku hanya berpihak kepadamu ya rabb
surya
tenggelam
masih bunga seroja
di dalam kolam
entah berapa sudah matahari
lengser di sini menjadikan kehilangan bayang pepohonan di tepian
kolam
kelam sekujur kolam pandangan kelam menyelinap patamorgana dari semata dusta
seorang pujangga berujar tentang kesetiaan cinta : alangkah eloknya senyum setangkai bunga seroja bermandikan bulan purnama tatkala malam temaram membungkus dirinya
usai Desember
bunga poinsettia
masih di hati
malam teramat soneta di ujung Desember pada sebuah milad kau berbisik : besok pagi antarkan aku pulang
di sudut malam kau tanam bunga poinsettia sewaktu pagi mekar senyuman di taman hati
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 72
Harum Kusuma Bangsa
hanyalah jasad
pada tetirah malam
jiwa berzikir
tubuh siapa terbujur di atas rumput berselimut
cahaya mentari pagi
mimpi apa gerangan tadi
malam sehingga gumammu dibawa semilir angin
selembar daun mahoni jatuh melayang menimpa tubuhmu sehingga terjaga
tak lepas alir napas melabuh doa ke muara maha
semesta alam
takjim mengucap salam
selamat pagi
burung
burung riang berkicau
sungguh maha Allah dan maha benar segala firmannya
air mata mengalir mengucap syukur Allah masih memberi napas
tubuh yang renta itu menatap cakrawala di mana kilau cahaya
hari pahlawan
harum kusuma bangsa
putra pertiwi
tubuh yang renta itu hikmat
berdiri di gerbang taman pahlawan
kutitipkan Indonesia padamu
teringat teman seperjuangan
senyum mekar kusuma bangsa di bibirnya dan berkata : merdeka
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 73
Dendang Jukung Berkayuh
bayangan bakau
saat kemilau senja
sunyi mengapung
rumpun bakau memberi eksotik yang elok di kala senja lembayung
bayang bayang kemilau mengapung di atas sungai
dendang rantawan jukung berkayuh menuju pulang :
Di arus Sungai Barito
rerumpun ilung ikut mangantar jukung berkayuh
Pergi bersama pulang bersama jukung yang dekat jangan berjauh
di pohon rambai
bekantan berloncatan
senja lembayung
bekantan maskot pulau Borneo semakin punah
pohon rambai di tepian sungai semakin punah
kota seribu sungai kehilangan sungai
jukung berkayuh menuju pulang di kala senja lembayung
dendang riak riak arus sungai memecah sunyi :
Sungai Tabuk airnya dalam memancing ikan dapat adungan
Adat pusaka Kayuh Baimbai dibuang janganlah dibuang
sesayup dendang
kala senja lembayung
ingat kuriding
musik kuriding sahut
bersahut seluang mudik ke
mana arah asalnya
sayup sayup dari Bakumpai kur sumangat anak cucu
patah tidak kan patah kuriding sasungaian
jika berpulang harap
jangan kuriding disangkutkan
ingat pesan tetuha berlinang air mata
kuriding tinggal kenangan cari aduhai cari di mana kuburnya
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 74
Di Atas Tikar Pandan
di hening malam
air mata mengalir
kalbu berzikir
di tengah malam mencurahkan isi hati
masuk ke lubuk kalbu yang paling dalam
tikar pandan basah tak dapat menahan alir air mata
jejak langkah yang kusam kelam di jalan perjalanan usia
sisigan kalbu berzikir
tangan gemetar menadah doa
beri aku cahaya iman ya rabb
di tengah malam
di atas tikar pandan
menyusur kiblat
( Tak sembarang yang dapat masuk ke dalam surgamu
Kecuali bagi mereka yang beriman kepadamu )
( Dan surga di dunia
akan musnah
Karena mereka tak pernah menyukuri nikmatmu )
alunan azan
membuka pintu subuh
alam tafakur
semesta hening mengantar
fajar memancar
subhanallah panorama senantiasa nikmat tak berhingga
Alhamdulillah terima kasih Allah
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke -75
Pandemi Kabut
kabut menebal
induk burung gelisah
anak mencicit
kabut di mana mana tak pernah
surut malah kian menebal
kabut pandemi yang menakutkan mengerikan mematikan
entah dari mana datangnya kabut
orang
orang saling menuduh negri asal muasal kabut
orang orang saling menghujat tak mampu menangani kabut
kabut tetap menjadi misteri
“ Orang orang pintar dan cerdas di negri ini melupakan Al Quran
sebab ada penyakit ada obatnya “
negeri kaya
tumbuhan berhasiat
Indonesia
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 76
Zikir Selembar Daun
mentari pagi
mendengar kicau murai
di dalam sangkar
hidup dalam kehidupan perjuangan mesti ada pengorbanan
ketika masih segumpal darah perjanjian itu telah diikrarkan
dan ketika lahir ditandai dengan tangisan disitulah bermula kehidupan
selembar daun
lepas dari tangkainya
siang menggantang
selembar daun johar jatuh melayang dari reraning ranggas ke arus sungai
zikirnya masih terdengar
ketika alir mengantarkan sampai ke muara
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 77
Dusun Tanah Kelahiran
jalan ke dusun
suasana yang lengang
bunyi tonggeret
letupan buah para kanan kiri jalan dan
senandung tonggeret ciri khas sebuah dusun
tanah kelahiran di pegunungan Meratus kebun karet dan kayu manis dipertahankan karena akan di bumikan kelapa sawit dusun yang damai asri tenang namun tercemar dan dirusak oleh investor dan kapitalis hutan dibabat gunung batu bara dibongkar habis habisan
di sana sini jadi tanah
gundul dan danau kubangan hantu bumburaya
keuntungan dikeruk sebanyak banyaknya tidak memerhatikan kesehatan lingkungan dusun
nikmat memikat
riak sungai di batu
hari yang teduh
masuk ke dusun jembatan
gantung yang kokoh
suasana sungai memberi eksotik tersendiri gemercik alir air di sela batu air yang bening mengaca bermain aneka ikan warna kemilau dipendar cahaya mentari hutan di kanan kiri yang teduh
tadabur alam menjernihkan beban hiruk pikuk dunia dan bersyukur rahmat dan nikmat
kasih sayang Allah
dusun pegunungan Meratus jauh dari polusi jauh dari corona yang menakutkan
warga dusun yang tertib dan menjaga kesehatan lingkungan taat petuah kepala dusun dan tetuha balai
adat kerukunan rakat mupakat dipegang erat turun temurun
koda :
sedari pagi
lanting lagu penanjak
sungai Loksado
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 78
Maha Kasih Sayang
Allah
wajah mengapung
dalam secangkir kopi
di kala pagi
menyukuri rahmat dan nikmat Allah nun di timur mentari
mulai bercahya
secangkir kopi penjernih pikiran dieksplorasi perjalanan hidup dan kehidupan
wajah yang mengapung di atasnya becermin membaca diri yang fana
membaca keabadian akhir hayati
merenung langit
spektrum aneka warna
busur pelangi
tak habis
bahasa mengungkapkan begitu maha kasih sayang Allah
tatkala gerimis tipis
dalam spektrum cahaya
pelukis mana yang mampu melebihi lukisan pelangi Allah subhanallah
semoga Allah memasukan hambamu ini ke umat rasulullah yang beriman dan bertaqwa
merintis jalan
ke rumah masa depan
sebelum senja
“ hidup bukanlah sewaktu mati dan mati sewaktu hidup
“
sungguh maha kasih sayang Allah
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke – 79
Kota Diguyur Hujan
di balik mantel
demam penarik becak
menembus hujan
demi tanggung jawab keluarga harus berjuang
menghadapi tantangan kehidupan yang serba sulit ini
penghasilan mesti ada walau cuma kecil kerja di luar rumah sebagai penarik becak sebab harta di rumah sudah habis terjual untuk biaya kehidupan keluarga selama anjuran berada di rumah saja masa pandemi covid 19 tawaqal kaki melangkah dengan kata bismillah
terus menarik becak
menembus hujan
membawa penumpang sedang demamnya disimpan di balik mantelnya Allah maha pengasih penyayang dalam
alir nafasnya
hujan menderas
kota semakin sunyi
jalanan sepi
kota semakin kuyup dan sunyi jalanan
pada sepi sederet becak mangkal di depan pertokoan
dengkurnya yang panjang merayapi lelampu jalanan yang buram
hujan sesungguhnya adalah rahmat dan nikmat namun karena ulah manusia hujan akan menjadi bencana
di rumah kardus
ada serangkum doa
malam gulita
hujan tak sudah di rumah kardus hunian
sudut kota ada lantunan doa yang syahdu :
perkenankan ya rabb mohonku yang terakhir beri aku alamat jalan menuju rumahmu
di tengah malam itu ia
mengukir epitaf di atas pusaranya sendiri
Banjarbaru, 2021
pedupaan setanggi
bulan purnama
setiap ruh itu merasuki sunyi
taksu tertanam dalam tubuhmu
menarilah atas nama purnama
sembah jemari lentik
di altar sunyi
jemarimu menatah seribu musim
dan berkata : inilah riwayat
altar pemerajaan sunyi
tujuh kuntum melati
tubuhya sendiri di atas panggung
tatkala ruh cahaya bulan membungkus
tubuhnya
sebelum layar turun
enah ke mana
panggung jadi sempurna
diam diam kau abukan dirimu
jauh ke dalam sunyi
padma menjaga bunga
kehidupan dalam bingkai segi tiga sama sisi hubungan manusia alam dan tuhan
aku hanya berpihak kepadamu ya rabb
masih bunga seroja
di dalam kolam
kelam sekujur kolam pandangan kelam menyelinap patamorgana dari semata dusta
seorang pujangga berujar tentang kesetiaan cinta : alangkah eloknya senyum setangkai bunga seroja bermandikan bulan purnama tatkala malam temaram membungkus dirinya
bunga poinsettia
masih di hati
di sudut malam kau tanam bunga poinsettia sewaktu pagi mekar senyuman di taman hati
Banjarbaru, 2021
pada tetirah malam
selembar daun mahoni jatuh melayang menimpa tubuhmu sehingga terjaga
tak lepas alir napas melabuh doa ke muara maha
takjim mengucap salam
sungguh maha Allah dan maha benar segala firmannya
air mata mengalir mengucap syukur Allah masih memberi napas
tubuh yang renta itu menatap cakrawala di mana kilau cahaya
harum kusuma bangsa
teringat teman seperjuangan
senyum mekar kusuma bangsa di bibirnya dan berkata : merdeka
Banjarbaru, 2021
saat kemilau senja
sunyi mengapung
bayang bayang kemilau mengapung di atas sungai
dendang rantawan jukung berkayuh menuju pulang :
Pergi bersama pulang bersama jukung yang dekat jangan berjauh
di pohon rambai
bekantan berloncatan
senja lembayung
pohon rambai di tepian sungai semakin punah
jukung berkayuh menuju pulang di kala senja lembayung
dendang riak riak arus sungai memecah sunyi :
Sungai Tabuk airnya dalam memancing ikan dapat adungan
Adat pusaka Kayuh Baimbai dibuang janganlah dibuang
kala senja lembayung
ingat kuriding
sayup sayup dari Bakumpai kur sumangat anak cucu
patah tidak kan patah kuriding sasungaian
ingat pesan tetuha berlinang air mata
kuriding tinggal kenangan cari aduhai cari di mana kuburnya
air mata mengalir
kalbu berzikir
tikar pandan basah tak dapat menahan alir air mata
jejak langkah yang kusam kelam di jalan perjalanan usia
beri aku cahaya iman ya rabb
di atas tikar pandan
menyusur kiblat
Kecuali bagi mereka yang beriman kepadamu )
Karena mereka tak pernah menyukuri nikmatmu )
membuka pintu subuh
alam tafakur
subhanallah panorama senantiasa nikmat tak berhingga
Alhamdulillah terima kasih Allah
anak mencicit
entah dari mana datangnya kabut
kabut tetap menjadi misteri
sebab ada penyakit ada obatnya “
tumbuhan berhasiat
Indonesia
mendengar kicau murai
di dalam sangkar
ketika masih segumpal darah perjanjian itu telah diikrarkan
dan ketika lahir ditandai dengan tangisan disitulah bermula kehidupan
lepas dari tangkainya
siang menggantang
zikirnya masih terdengar
ketika alir mengantarkan sampai ke muara
suasana yang lengang
bunyi tonggeret
tanah kelahiran di pegunungan Meratus kebun karet dan kayu manis dipertahankan karena akan di bumikan kelapa sawit dusun yang damai asri tenang namun tercemar dan dirusak oleh investor dan kapitalis hutan dibabat gunung batu bara dibongkar habis habisan
keuntungan dikeruk sebanyak banyaknya tidak memerhatikan kesehatan lingkungan dusun
nikmat memikat
riak sungai di batu
hari yang teduh
suasana sungai memberi eksotik tersendiri gemercik alir air di sela batu air yang bening mengaca bermain aneka ikan warna kemilau dipendar cahaya mentari hutan di kanan kiri yang teduh
tadabur alam menjernihkan beban hiruk pikuk dunia dan bersyukur rahmat dan nikmat
kasih sayang Allah
warga dusun yang tertib dan menjaga kesehatan lingkungan taat petuah kepala dusun dan tetuha balai
adat kerukunan rakat mupakat dipegang erat turun temurun
lanting lagu penanjak
sungai Loksado
dalam secangkir kopi
di kala pagi
secangkir kopi penjernih pikiran dieksplorasi perjalanan hidup dan kehidupan
wajah yang mengapung di atasnya becermin membaca diri yang fana
membaca keabadian akhir hayati
spektrum aneka warna
busur pelangi
pelukis mana yang mampu melebihi lukisan pelangi Allah subhanallah
semoga Allah memasukan hambamu ini ke umat rasulullah yang beriman dan bertaqwa
ke rumah masa depan
sebelum senja
sungguh maha kasih sayang Allah
demam penarik becak
menembus hujan
penghasilan mesti ada walau cuma kecil kerja di luar rumah sebagai penarik becak sebab harta di rumah sudah habis terjual untuk biaya kehidupan keluarga selama anjuran berada di rumah saja masa pandemi covid 19 tawaqal kaki melangkah dengan kata bismillah
jalanan sepi
dengkurnya yang panjang merayapi lelampu jalanan yang buram
hujan sesungguhnya adalah rahmat dan nikmat namun karena ulah manusia hujan akan menjadi bencana
ada serangkum doa
malam gulita
perkenankan ya rabb mohonku yang terakhir beri aku alamat jalan menuju rumahmu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar