Haisi ( 詩俳句 ) ke -60
Stanza Senandung Malam
kilau rembulan
membingkai dinding
kamar
sketsa memori
tak seperti malam malam kemarin bulan
malam ini memberi cahaya yang lain
kilau menggali ingatan menggali kenangan dari eksplorasi perjalanan
hayati
merenung sketsa itu
merenung sampai ke dasar malam
sayup sayup
taburan bintang
pelagu stanza
musafir fakir itu menahan air mata menatap
kerlip bintang di atas kolam
menatap jauh
ke relung jiwanya yang sunyi
di balik kaca jendela
kau kah bersenandung tentang
cinta ?
menaruh keyakinan di
balik angan angan
sebuah impian sonder
sakwa sangka
sebuah renungan :
akhir Desember
eksplorasi hayati
sebuah milad
Haisi ( 詩俳句 ) ke -61
Siluet Malam
tuhan di mana
siluet malam
di atas sajadah
tak letih aku mengetuk pintu rumahmu
ketika sampai di kulminasi sujud
belum juga kau bukakan
pintu
dalam hening di malam gasal
tak letih untai zikir ruas
ruas jari mendaki Jabal Rahmahmu
dan kulapal asma
asmamu sampai bulan bercahaya penuh
semua fana
apa yang
dibanggakan
ruang yang
gelap
bayang bayang itu jatuh di ubin
lantai dalam cahya yang kehilangan terang
keduniaan adalah pana
kau berkata : jika kau ingat akan aku maka aku pun
akan ingat kamu
dan aku akan datang
sebelum kau mencariku
tatkala bangun tidur dan membuka jendela
kokok ayam jantan membuka
pintu fajar
alhamdulillah
masih diberi nafas
melihat fajar
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke -62
Kehilangan Sungai
ilung ilung larutan
apa
yang kau renungkan berlama lama duduk di ujung lanting
sudah berapa rumpun ilung larut di arus
sungai pasang pindua
bulan mengapung dan
bayangan sunyi pohon rambai di tepi sungai
sungai
yang sudah banyak yang mati
tapi orang orang masih
suka menyebut kotanya kota seribu sungai
merindu sungai
teman main jukungan
semasa kecil
rumah lanting di tepian sungai banyak menyimpan riwayat banua
di tempat ini di mana aku dilahirkan di bawah kerlip pelita
dan semasa kecil sungai teman bermain jukungan
rumah lanting tempat
belajar sembahyang dan mengaji
rumah lanting sudah tiada lestari
lagi
pagi berkabut
pasar terapung sepi
hanyalah ilung
Haisi ( 詩俳句 ) ke -63
Perang Melawan Covid
di jalan lengang
anjing mengais sampah
siang menyengat
perkampungan tua ini entah ke mana penghuninya
angin menerbangkan debu
dan dedaunan pohon yang meranggas di tepi jalan
perkampungan tua ini begitu lengang dan panas menyengat
sonder aktivitas orang
di luar rumah hanya anjing mengais sampah
setiap lewat
jantung berdebar
pintu rumah pada tertutup rapat
dan orang orang melihat di balik kaca jendela
dengan jantung berdebar kala ambulance
yang meraung melintas jalan
di malam hari raung ambulance
menjadikan perkampungan tua ini sepi dan sunyi lebih mencekam
entah bagaimana nasib orang orang kecil menghadapi bala
dan bencana ini yang tiada tentu kapan berakhir selama lockdown
suara gagak
serak di malam hari
orang orang masih bersengketa
saling membantai
saling membunuh perang tak
berkesudahan karena kesombongan angkuh serakah dan kebencian
di negeri ini koruptor
tak pernah mati
sedang covid mewabah
sampai ke pelosok dunia
bahana azan mengantar
fajar menyingsing lembayng jagat semesta :
bangkit perang semesta
melawan covid
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 64
Slendro Negri Tercinta
kidung perawan
kemilau pagi
dari kulminasi Puncak halimun pecah dan embun merenyai
di hamparan dedaunan
teh serupa manik manik dalam kilau lembayung fajar
nun di timur surya mulai bangkit merdu
nyanyian burung kidung perawan Bandung
jemari lentik menari di tangkai
daun berkisah tentang eloknya kedamaian alam semesta
Indonesia negri tercinta
semilir angin gemulai tangkai daun teh berayun seekor capung
merah
dari dangau asmaradana
negri tanah pusaka aransir slendro suling kecapi
jemari lentik perawan perawan
memetik daun teh berselendang
cahya surya pagi
melintas pagi hari
manis senyuman
“entah siapa menanak
nasi
menanak nasi beras pilihan
entah siapa melinas tadi
putri pertiwi manis senyuman”
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 65
Bawanang Memanggil Hujan
astana Sang Hyang
bamamang membakar behiyuk
putih dan asapnya melayang ke puncak
gunung di mana sekalian roh bersemayam
di mana tanah malai yang bangkang dan gemerincing
gelang hyang tandik balian surup di ambin lalayan
tujuh lembar daun sirih basampuk urat linik di kunyah lalu di sembur ke matahari pajah
eeihiyauwo hu ho hum Sahaya
Hyang Raja Batara minyak likat baburih dalam kalanye harum di tujuh lapis langit
dengar dengar ulun bahiyaw
dengar dengar ulun manyaru pian turun di kukus manyan pian
datang di kukus dupa
rung kurung kurung
kangkurung mangariaw
memanggil hujan
konser kurung kurung di balai remain riuh sampai kepenghabisan burung berbunyi
mamang balian bawo batandik di tujuh lapis bumi
eeihiyauwo hu ho hum hyang
batara sukmakala hiyang gunung hiyang guntung hiyang gua hiyang riam
harum di padang mirah padang
darah tunggul tunggal
dalam kalanye lamang
hintalu dalam kalanye darah manuk
Eeihi hyang nini datu
Eeihi hyang nini datu hu ho hum
adat bawanang
kenduri tanah malai
turun temurun
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 66
Dermaga Cinta
semburan ombak
soneta senja
pantai Sarang Tiung memberi
warna eksotik lain laut melahirkan ombak yang senantiasa
bercerita tentang pesona Kotabaru gunungnya bamega
dan karang laut adalah bunga dari sebuah mimpi
di pantai itu seorang perawan bermain ombak tubuhnya memutih buih
di batas laut lembayung
surya berdendang tentang eloknya kesetiaan cinta kala sang kekasih lama pergi ke laut senja
tempat curahan hati
senandung senja
rindang ketapang daun melayang jatuh di pasir
yang mendesir buih yang memutih
melabuh duka nestapa mengarung seluas luas laut di puncak ombak jiwa bertahta
hopla terbang burung di sayap
angin terbang ke kulminasi imperium cinta
hanyalah laut tempat curahan hati gemuruh ombak yang tak pernah
diam
alun gelombang
kapal menembus senja
sepanjang pantai
ombak masih
meninggalkan tapak jejak riwayat tatkala lembayung senja
dermaga cinta
aku masih berdiri di
sana memandang seluas luas laut
tak mampu menerjemahkan
betapa agungnya sebuah cinta
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 67
Angin Menggesek Biola
desir mendesir
pepucuk pohon pinus
malam temaram
angin berujar mimpi
adalah impian tapi tak sebab kelepak sayap lelawa mengejar laron di dalam cahya tersebab dalam cahya impian serupa
angan angan yang lahir dari keinginan
suatu malam
bayangan itu pergi
ini terakhir
bulan memberi acap
bayangan silam yang selalu tersirat dalam riwayat perjalanan musafir rindu
malam itu sejak bulan
di balik mendung awan tak pernah lagi secangkir kopi memberi arti
ini terakhir
bulan lembayung
di tengah malam sunyi
Love me like you do
malam dan bulan
berpadu dalam sunyi di kaca jendela
angin di pepucuk pohon
pinus menggesek biola
lirih di relung jiwa
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 68
Dikesunyian Sunyi
lelawa terbang
melintas di beranda
tebaran sunyi
sunyi
menjadikan mata terpejam
jalan yang membentang mesti
ditempuh
semata sunyi di lubuk angan
angan
kerlip gugusan bintang
menapak jejak
serupa pungguk dikesunyian
memanggil bulan
mencari ke segenap
rerimbun daun
menapak jalan entah ke mana jejak
arah
akan ke luar dari takdir?
atau kembali berupa entah
akhir Desember
flamboyan berguguran
miladku sunyi
Banjarbaru, 2021
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 69
Milad Kemerdekaan
lelampu kecil
kerlip di pohon hayat
kenduri milad
di ruang jiwa masih setia merangkai pohon
kehidupan dari lembar usia
merenda lampu lampu sejarah di sekujur tubuhnya
cinta tanah air tak pernah letih di roda zaman
tak pernah surut dari tantangan dan ujian
kenduri milad
hari kemerdekaan
di tanah ini gugurnya para pahlawan
mengusir penjajah
di sebuah dusun yang terpencil di
lereng bukit
ladang jagung yang subur di tanah
sejarah
jagung jantungnya kehidupan
sebuah dusun
di ladang
jagung
senandung daun jagung
hymne aubade
Banjarbaru, 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar