Haisi ( 詩俳句 ) ke - 40
masih diberi nafas
melihat fajar
Fajar mulai berpendar dari balik gunung dan pelan langit lembayung
Dan sejak tadi halimun merenyai serupa tirai salju
dan pada dedaunan bertabur manik manik dengan cahya kemilau
Semesta hening
Hening sampai meresap kesebuah kamar
butiran embun jatuh
bunyi menetes
sajadah basah linang air mata meniti batu tasbih meniti untaian doa
Bermuraqabah sebelum pagi tiba
Sebelum usai kokok ayam jantan di ujung rimba
di wewangian bunga
narasi pagi
sampai beranjak pagi
mimpi yang mekar
tak habis ucapan syukur kala lembayung fajar membuka pintu pagi
embun membasuh jiwa
membasuh debu jejak langkah musyafir yang tak pernah letih
membaca makna alam
fajar menyingsing
suara air di sela batu batu anak sungai mengalir doa
dan di depan jendela kaca musyafir itu berkata :
hanya kepadamu kekasih kupersembahkan segenap cinta
putih bunga yang mekar
pagi mengharum
waktu pagi masih mewangi
wangi segenap cinta
kenangan dalam rindu
Story of My Life
Lampu jalanan blur oleh embun yang turun sejak bulan tiada
Kamar tiada berdua
Dedaunan pinus menggesek biola
Menggesek kenangan lama
mekar di pembaringan
malam gulita
Entah siapa yang bersenandung dalam sepoi angin :
Tak kan terhapus yang tertulis di dinding kamar
Adalah harapan pada hakikat cinta di lubuk hati yang paling dalam
sampai ke batas fajar
penghuni jiwa
Love is on the journey of life
Kekasih
Hanya kepadamu aku berpihak
saat kemilau senja
sunyi mengapung
walau sungai itu menyimpan riwayat kota yang kehilangan kebanggaan sungai seribu sungai
banyak orang yang mengaku asli orang banua bahkan banyak yang bernama pangeran dan banyak datuk di lembaga adat
tapi apakah artinya sebuah kota bertuliskan kota seribu sungai pada lawang sekepeng
jukung itu berdendang memecah kesunyian rantawan :
senandung silagu badan di arus banyu dilintasi
pangayuhku kayu palawan karam janganlah karam di hati
di sungai Martapura
malam berkayuh
dan entah berapa kertas kerja sudah dibukukan
tanapi jukung tambangan masih setia menyisir tepian sunyi
cinta jukung tambangan
di roda zaman
senandung silagu badan di arus banyu dilintasi
pangayuhku kayu palawan karam janganlah karam di hati
kerlip bintang kejora
pelagu stanza
di antara taburan bintang atau direrimbun daun atau di dalam hatimu yang berkegelapan
sungguh malang orang yang berjalan pada persimpangan jalan dan bergumul dengan bimbang
tersebab masih belum usai usai pada sebuah harapan
di tengah malam sunyi
senandung stanza
angin malam yang menghembuskan kenangan masa silam
bertetesan sampai ke ubin lantai sampai basah sekujur kamar ingatan
tidak beranjak masih menatap dirinya
bayangan itu pergi
ini terakhir
angin malam yang berembus membawa senandung pelagu stanza
sampai basah sekujur kamar ingatan
sampai bayangan itu pergi
katak tua mengharap
guntung berair
lengket di rumah rumah perumahan yang terbengkalai
di lereng bukit pepohonan meluruhkan daun daunnya
berserak di jalan yang sunyi
suasana yang lengang
bunyi tonggeret
di daun daun ilalang belalang merah pada bergayut dalam belaian angin
dari sebuah dangau kebun jagung lantun asmaradana seruling bambu
subhanallah maha benar segala firmannya
di balik suasana ini hikmah dan nikmat yang patut disyukuri
jamu gendong ke kota
di remang pagi
hidup bukanlah sewaktu mati
dan mati sewaktu hidup
luruh dari tangkainya
ke ujung senja
angin meluruhkan selembar daun
luruh ke sungai
ketika alir menghanyutkan daun itu jauh sampai ke muara
zikirnya masih terdengar
daun jatuh ke batu
menyebut tuhan
selembar daun jatuh melayang layang
jatuh menimpa batu
tak sempat mengeluh atau jeritan
hanya menyebut nama tuhan
rerimbun pohon persik
bayangan senja
eksplorasi perjalanan hidup dan kehidupan ini mesti punya arti
pada sebuah rumah abadi
gerincing gelang hiyang
mayat pun hidup
Mayat harus dihidupkan
Mayat yang hidup lebih manis dari madu wanyi
Lebih gurih dari barangka manu
Lebih harum dari asap kemenyan
Lalu iya menyembur mamang : Ranying Hatatis Hiang Pi Umbung
Masuklah dalam kelenya masuklah dalam bahalai
Sebelum aku makan makanlah isi ancak
Makanlah dalam nawuluh lulung pasike minumlah darah manu dalam sasiri
Aku manyaru ruh ruh di asap gunung gunung
gelang hiyang di tangan
surup batandik
Mata merah mencorong mulut mendesis
Lalu batandik mengelilingi mayat yang membujur di kelenya
Dalam bubusan asap kemenyan
Minyak balian dioleskan di kening mayat dan mayat itu hidup kembli
Hahus dijaga selama satu minggu
Khawatir kubur terbongkar dan mayatnya hilang
putih lereng Meratus
sayup kungkurung
dari lapisan bumi yang hitam membara
gunung batu bara telah menjadi danau menjadi kubangan bumburaya
tanah meratus kerontang
( sesayup tabuh kungkurung dari rumah balai )
kenduri tolak bala
kemarau panjang
dan sampai ke bukit bukit ilalang
sebab hutan telah lama mati oleh bangsa kabibitak
tabuh kungkurung adalah kecemasan anak negri yang makin terabai
kungkurung menyaru hujan
dibawa angin malam
balian surup
harum pesona pagi
di pelataran
risalah dari masa silam
kusayapkan rinduku
lalu kuterbangkan ke cakrawala
mungkin kau menungguku di sana
tiba tiba hujan meluruhkan bulu bulunya
jatuh dalam pangkuan
maha dukamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar