Senin, 22 Juli 2024

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 80

 

Nasib Pasar Terapung

 

dendang rantawan

kecipak kayuh jukung

kemilau fajar

 

Sungai Barito dan Sungai Martapura memberi kehidupan warga Banjar di pesisiran

memberi kayuh pada jukung

berkayuh dalam dendang mengisahkan bungasnya banua Banjar

dari segenap penjuru sungai jukung serupa arwana yang berenang kemilau dibinar fajar

jukung membawa hasil pertanian sembako dan pancarakinan menuju Pasar Terapung  

ahai siapa gerangan anak dara yang bertopi tanggui mengayuh jukung lemah lemambut di tengah sungai

“ hampar tikar di dalam jukung siapa jua marabahinya rambut ikal mamak di hujung siapa jua manampahinya “ 

 

di waktu fajar

eksotik tanah Banjar

Pasar Terapung

 

eksotik yang menjadi kebanggaan masyarakat Banjar

di kala fajar banyak pengunjungnya berdatangan dari mana mana

Pasar Terapung cermin adat istiadat masyarakat Banjar

tradisi yang masih dipegang teguh turun temurun

pasar yang unik masih terjadi transaksi jual beli sistem barter

perahu tambangan kedai makanan dan minuman dan 41 macam wadai

di apung kecipak ombak yang menyisir sungai riak dendang lembayung fajar :

“ bakayuh tambangan menyisih ilung mahaga nasib tumat baisukan lacit kamagrib ala sidandang “

 

pagi berkabut

Pasar Terapung sepi

hanyalah ilung

 

Pasar Terapung sepi sebab jukung jukung pada sunyi

hanyalah ilung larut di arus banyu sanggak di ujung lanting

orang orang hanyut di arus globalisasi dan semakin berpaling meninggalkan tradisi

bertumbuhan toko ruko swalayan supermarket moll moll

dendang ranawan jukung bakayuh di tengah sungai fajar memancar :

“ adat asli jangan dibuang buangakan kupakai jua paninggalan urang bahari kada lupa sampai mati “

 

Banjarbaru, 2021.       

 

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 81

 

Gawi Sabumi Adat Pusaka

 

di bawah batu

mendekam katak tua

mengharap hujan                                                                                                                                            

 

pusar angin bertiup kencang

pohon akasia yang ranggas daunnya berserakan di jalanan  

beterbangan membubung tinggi

dan debu serupa baling baling kabut

ribuan belalang merah di padang ilalang serupa lelatu 

 

gawi sabumi

mencari mata air

sumur yang dalam

 

di desa atau di kampung tradisi bergotong royong masih lestari

apa lagi untuk kepentingan bersama

biarkan arus modern mengalir di era zaman

adat pusaka leluhur tiada kan luntur

 

gugusan senja

panorama semesta

desa Haruyan

 

dari jauh terdengar sangat merdu mengalun puput seruling senja

mengantar mentari ke pintu malam

desaku yang indah dan permai

 

Banjarbaru, 2021.  

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 82

 

Gemercik Sungai Upau

 

suara air

di sela bebatuan

sungai di Upau

 

suara air di sela bebatuan dikeheningan pagi

surya pelan muncul di balik rerimbun daun pohon halaban

desa  Upau mempunyai sungai tak kering walau musim kemarau

sungai dan tanah memberi kehidupan yang subur pada Upau 

 

cengkrama pagi

para remaja putri

bermandi mandi

 

sungai Upau setiap pagi dan petang menjadi koloni dara jelita

mandi mandi dan mencuci mimpi

sungai terkadang menjadi tempat mencari jodoh para remaja putra

larangan tak boleh dilanggar adat istiadat tetap dipegang teguh

 

di bebatuan

gemercik sungai Upau

teringat ibu

 

selagi bayi dan kanak aku dimandikan ibu di sungai ini

sungai teman bermain

gemercik air mengalir air mata

teringat ibu

 

Banjarbaru, 2021 

 

 

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 83

 

Reruntuhan Hujan

 

derai gerimis

mendengar kicau murai

di dalam sangkar

 

jika memang aku harus lahir kembali pada takdir

akan kualamatkan ayat ayat rindu seorang musafir

pada malam  malam paling bertabur bintang

pada mentari paling lengser kala terbenam

 

langit membentang

spektrum aneka warna

menjelang sore

 

langit memberi makna pelangi    

duduk di beranda menatap bunga bunga

memberanak pinakkan riwayat hidup bercinta

 

seekor murai

lindap lembayung senja

menuju rimba

 

hujan memburamkan kaca jendela

mestikah risau luluh dalam buraian rindu 

berilah kicau burung di rimba sunyi 

sebelum terajal direruntuhan mimpi

 

Banjarbaru, 2021 

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 84

 

Tidur Ayun Bapukung

 

tidur bapukung

hidup_mati beriman

senandung malam           

 

kuayun dengan ayunan  selendang bersusun tiga lapis

Hakikat tarikat dan ma’rifat

kau yang babustan  cepat pejamkanlah  mata

menangis jangan  menangis beruntung bertuah

seharian orang tua  mencarikan rejeki

 

berpayung janur

sambut shalawat Rasul

di malam maulid

 

menghampar syair maulid

bersahut  dengan  shalawat Rasul

di ayunan digantungi dengan halilipan dan kembang serai

dan ketupat guntur teman mengantar dengkur

tebu salah dan kacang parang

penangkal hantu pulasit dan parang maya

mata yang sepat cepatlah  tidur

 

yun ayun itaiku ayun

ayun berdendang dalam pukungan

bila besar intan bersusun

hidup beriman  mati beriman

 

abah jangan lama  merantau di negri orang

carikan  rejeki di jalan yang  halal

ketika  senja kuning tiang  rumah  kami pasak dengan do’a

anak kita sudah tidur

 

Banjarbaru,2004

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 85

 

Berlari Di Tengah Hujan

 

Mungkin ini adalah suratan yang terlayang dari ujung perbatasan waktu

Kala mata terpejam yang bangkit dari ranjang waktu

Bangkit dari sebuah mimpi yang gelisah

Sesungguhnya kau tiada pernah tahu lagi alamat seorang musafir

Yang  dahaga setiap langkah dalam perjalanan usia

Dahaga setiap rindu di alir nafas

 

Surya yang telah kehilangan lembayungnya di atas bukit putih kembang  ilalang

di atas lembah pepohonan yang sunyi 

di atas laut yang ombaknya membuncah

Tiada pernah letih terus juga berlengser ke ufuk silam

Sampai puput alam semesta membuka pintu malam

Sedemikian memakna kehidupan ini jauh di lubuk hatiku yang paling dalam

 

Aku pun bangkit

Dan terus berlari walau pada akhirnya mungkin sampai pada sebuah entah

Sekujur usia yang kuyup oleh kenangan dan harapan

Meracik duka lara merajut lembaran cinta

Sebab aku lahir tanpa ibu bapa

 

Aku terus juga berlari di tengah hujan

“ Kau kah musafir yang datang dari sebuah negri mimpi

selaksa rindu yang gagal bercinta ? “

Aku terus juga berlari di tengah hujan

“ Lihat ! Jejak langkah di dalam kelam malam “

 

terus berlari

hujan di tengah mimpi

ada rembulan

 

Banjarbaru, 18 Okt.2018

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 86

 

Save Meratus

 

di lereng bukit

memutih kembang lalang

suara anggang

 

Hutan kehilangan pohon lembah kehilangan sungai dan marga satwa

entah mengungsi ke mana dan dalam gumpalan kabut asap

ribuan suara  burung tersesat

lereng bukit  yang memutih jadi hamparan kelabu

tersebab surya entah di mana

 

suara mesin

pohon dan tanah runtuh

pagi yang gaduh

 

kau tak pernah tahu suara mesin tak ubahnya suara bumburaya

yang membongkar kuburan dan anak sima yang melolong mengisap darah

kau tak pernah tahu suara mesin menjadikan anak negri terasing dari tanah kelahirannya

tanah tumpah darahnya yang porak poranda

hutan kehilangan pohon dan batu bara kehilangan gunung

di tengah balai asap dupa kemenyan menghampar bukit Meratus

ada seorang balian bawo mati di lalayan

 

suara anggang

di pohon kariwaya

banua banjir

 

Banjarbaru, 2021

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 87

 

Kereta Api Borneo

 

burung pialing

di pohon kalangkala

rindu menahun

 

Seperti di kotakota yang maju di negara lain

Borneo pun harus mempunyai kereta api

Yang menjadikan suatu daerah mata rantai

Yang terhubung harmonis satu sama lain

 

Sungguh eronis dan tidak masuk akal

Bila Borneo tidak mempunyai kereta api

Sebab Borneo adalah pulau yang sangat kaya

Kekayaan hutan kekayaan bumi batu bara, minyak

Intan, emas, perkebunan, pertanian kelautan

 

Sungguh eronis dan tidak masuk akal

Sudah seabad lebih merdeka lepas dari kaum penjajah

Tidak mempunyai kereta api

Dan daerah daerah masih terisolasi di sana sini

 

burung pialimg

terbang  di awang awang

pagi berkabut

 

Kereta api untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat borneo

Bukan untuk kepentingan dan keuntungan yang lain, ivestor asing

atau kavitalis imprialis

Tetapi untuk pembangunan Borneo

 

inguyan tangir

sayup di ujung lembah

dusun terpencil

 

Borneo bangkitlah melahirkan sumber daya manusia

Menggali dan melestarikan sumber daya alam

Bangkitlah semangatmu yang tak pernah padam

Seperti keperkasaan tempo dulu mengusir penjajah

Membangun Borneo, kalau tidak kamu, siapa lagi

 

Banjarbaru, 2016

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 88

 

Ayat Ayat Gunung Pamaton

 

Adalah laksaan warna yang dituangkan ke dalam sebuah gelas kaca.

Maka tak ada warna lain lagi yang terlihat hanya satu warna persenyawaan yang paling padu.

Maka bacalah warna itu dengan bahasa batin.

Membaca rahasia sabda alam semesta.

 

alam semesta

dalam fajar memijar

ayat ayat ruh

 

Heiiyaaa nyipa hu ho hum. Nanahing hyang

Kunyah matahari dan semburkan ke ufuk jagat di mana roh roh besemanyam

Di kelenya letakan pedupaan setanggi kembang tanah malai

Bila terbang ke langit cium sendawa dupa asap kemenyan putih

 

Jagat Batara

dalam raga buana

ruh matahari

 

Lompati laut. Langkahi gunung kering dan rontok seperti daun yang melayang

Jangan biarkan buah malaka pada berjejatuhan dari pohon berakar sungsang

Ambil batu batu ampar batu batu sungai yang mengalir diam

Lalu kita menyatu dalam sukma raga lalu kita meletakan hidup dan kehidupan pertanda akhir

Habis itu kita kembali pulang menuju rumah ruh tempat di mana asal untuk berpulang

 

pulang berakhir

puncak keabadian

heeyaaa hu ho hum

 

 

*****

Gunung Pamaton, 2016

 

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke – 89

 

Ayat Ayat Liang Hidangan

 

gelombang dahsyat

kapal di laut kutuk

menjadi batu

 

Titik titik air dari langit langit gua adalah titik air mata bunda

Kapal di laut luas pecah dalam gemuruh badai kutuk

Suara elang yang terbang di awan adalah tangis bunda

Batu. Batu. Batu

 

batu menangis

di tengah hujan panas

batu berlumut

 

Hujan panas menampias ke dinding batu berlumut

Tangis dan isak di ruang liang

Tak ada lagi bersesal kebodohan dan keangkuhan

Elang sapah mengerang di awan lalu hinggap ke angsana basah bulu kutuk

 

di hujan panas

airmata mengalir

batu pancuran

 

Banyu pancuran batu banawa membelah tanah

Diang Ingsun ibunda elang sapah termangu layu di ambang petang 

Sembilan bulan Sembilan hari makan pucuk balaran

Angui anakku sayang kesinilah mandilah airmataku 

Kubalik malam kutumpah siang dalam bahalai kasih sayang

Raden Panganten anguiku sayang

Elang terbang menyusup awan dan tinggal bayangbayang

 

Barabai, 2016

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Arsyad Indradi    Khabar Dari Dusun 10 0 Haisi Indonesia   Ilustrasi Cover :   Alvin Shul Vatrick Penerbit : ...Kelompok Stud...