Rabu, 24 Juli 2024

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 30.

 

Di Atas Danau Nalam Merindu

 

di dalam bulan

engkau kah yang terkurung

rindu mengurai

 

Mencemaskan langit danau mengombak senyap

Sampan yang mengapung menatap langit

Menatap rambut perak mengurai di atas danau

Secupak nira membasah jiwa gelisah

 

jiwa gelisah

menulis rawi malam

putri rembulan

 

Menarilah putri rembulan eloknya gaun pengantin

Menarilah atas nama cinta atas namaku

Penghuni rimba yang lama tiada lagi berburung

Petapa tujuh lapis kenduri bulan

 

keduri bulan

tiap hati merindu

sepinya sunyi

 

Nira membuncah dalam cupak kenduri bulan

Melunas rautmu yang bayang membayang

Tidur manakah yang tiada pernah mimpi gelisah

Gelisah ombak danau diapung rindu

 

di apung rindu

nalam di atas danau

malam rembulan

 

Banjarbaru, 2016

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 31.

 

Malam Itu Bulan Rembulan

 

gelisah waktu

kala membuka malam

tangisan kecil

 

 Pupus gelisah waktu saat lengking tangis

Tangis pertama mengenal dunia pana

Malam menyulut bulan di alir airmata

Alir airmata tafakur ribuan syukur

Di altar karunia yang teramat anugerah

 

tetes pertama

di cahya mekar bulan

kamar berbunga

 

Inilah tetes darahku yang pertama

Tak habis habis kupuji asmamu

Atas nama Adam yang kau turunkan ke atas bumi

Dan hakikat kelahiran ini kutulis pada jejak perjalanan

Ialah merisalahkan panjang usiaku

 

cahya rembulan

di atas ranjang kecil

mata terpana

 

Aku menatap wajah cintaku

Lonjakan tangan kakimu mengajak bicara

Kerdip mata dan mungil mulutmu gairah pesona

Aku kehabisan katakata, terpana

 

kssb,2016

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 32.

 

Sebingkis Kado Miladmu

: Srie Astuty Asdie

 

buka jendela

harum aroma pagi

sebuah taman

 

di reranting bunga bunga gemulai

kala angin mengusap mekar kelopaknya

dan embun yang menetes

adalah suara ayat ayat perjalanan usia

 

duduk di taman

kemilau cahya pagi

merangkai cinta

 

merangkai kelopak bunga yang luruh

adalah hakikat merangkai cinta

di mana kembali sebuah jalan  membentang

yang mesti kita tempuh

 

eksplorasi perjalanan kehidupan mesti punya arti

demikian senyum bibirmu dalam kemilau pagi :

jika kita mendaki imprerium cinta

dan sampai mencapai pada kulminasinya

niscaya kita tak akan mendustakan ayat ayat itu

sebab kasih sayang adalah inti dari cinta

 

mekar senyuman

dalam taman usia

harum miladmu

 

Banjarbaru, 2018

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 33.

 

Mencuci  Diri Di Montel

 

sore di Montel

air jatuh ke batu

gemuruh zikir

 

Dari atas tebing air menerjunkan cahaya

Dan gemuruh jatuh di batu batu

Muncrat gema zikir dikesejukan jiwa

Zikir yang bening

 

zikir yang bening

menyiram tubuh fana

sore yang nikmat

 

Sejauh perjalanan usia menuju akhir

Adakah makna dari ekplorasi kehidupan

Di atas batu melepas tubuh pana

Merenung di kedalaman sukma

 

sore semadi

di alir air Montel

mencuci diri

 

“ Mendaki gunung Muria :

Sepanjang jalan melafal asmamu “

 

 

Kudus, 2015

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 34.

 

Tuhan Di Dalam Hujan

Kukejar Kasih Sayangmu

 

kasidah hujan

merasuk dalam jiwa

diri yang fakir

 

Kamar menggenang keheningan yang dalam                                     

Basah ke dalam jiwa basah kesegenap kujur usia

Doa yang mengapung di atasnya

Hanyut menuju arah muara maha

 

alun kasidah

hujan di dalam angin

wajah tengadah

 

Alunan ayat mengalunkan cinta :

Dalam renung hujan adalah rahmat

Dalam syukur hujan adalah nikmat

Tiada yang mesti didustakan

 

tiada dusta

ayat kasidah hujan

panjatan doa

 

“ Tuhan di dalam hujan

Kukejar kasih sayangmu “

 

Banjarbaru, 2017

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 35

 

Kota Idaman

 

gugus merpati  

terbang di atas kota

berkabut asap

 

Hilir mudik melintas pemukiman yang padat dan gedung bertingkat

Jalan jalan lengang beruap panas

Pepohonan di tepi jalan meranggas

dan angin menghamburkan dedaunannya ke mana mana

 

wanita kuning

kala fajar menyingsing

sudah menyapu

 

sebuah kota

warganya yang selalu memperhatikan lingkungan bersih dan sehat

kebersamaan dan bergotong royong tertanam subur dalam kehidupan

sejak dahulu kala

sebuah kota idaman menerima anugerah adipura

 

pesona pagi

gugus merpati terbang

melayang layang

 

Banjarbaru, 2019

 

 

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 36

 

NYANYIAN GUNUNG

 

Dari puncak gunung Sagaling memancar kilau Danau Kaca

Langit yang lembayung mengaca di atasnya

Matahari yang bangkit  dari lanjung pagi

Menajamkan tutujah di tanah tugal penyebar benih kemakmuran

Ruh padi mandi cahaya matahari

 

Gunung Sagaling telah melahirkan danau impian rahim batu pancur tiga belas

Lahir di negri sendiri.  Negri yang  mesti dipertahankan.  Tersebab ini batas terakhir dari  tanah pusaka

Tanah kelahiran dimandikan nenek moyang di Danau Kaca

Pepohonan para di kanan kiri lereng gunung, apakah kau dengar bunyi letupan itu manakala sengatan panas setiap luruh buahnya ?

Suara hati nurani anak negri itu mengalir di arus sungai Batu Benawa sampai ke muara maha cinta

Aku menatap puncak Gunung Sagaling mata berlinang lantaran kenangan dendam rindu

di masa kanak

 

Di atas  pelana kuda lapisan hevea, aku melantunkan dendang anak negri si Gunung Layuh

Menurun dan menyisir anak sungai menuju kampung Libaru

Kecipak air langkah kaki kuda jingga. Meniti dan melompati batu batu dan tanah lumpur

Ringkik kuda  pada jalan persimpangan bertemu kuda kuda lainnya. Jalan beriring.

Dan  aku tidak mendengar ringkik kuda lagi sebab gunung telah berganti rupa ketika aku menatap ke puncaknya

 

Aku tidak menemukan pohon luwa lagi yang tumbuh di pinggir sungai tetapi rumah yang berjubel. Sebab pohon dan sungai itu teman bermain di masa kanak

Kala senja kudengar walau hanya lamat lamatan suara kungaguk di pinggir sungai yang mirip guntung di lembah sunyi, membelah kota. Suara yang membuka riwayat pintu malam

 

Mengharum bunga bunga anggrek merpati di pohon mahoni setiap tepi jalan

Angin pagi pegunungan Meratus mengurai kenangan masa kanak

Di tepi lapangan Dewi Warna kembali aku bernyanyi :

 

kota Barabai

bertirai embun pagi

Bandung Borneo

 

Banjarbaru, 2019

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 37

 

KHABAR DARI SUNGAI

 

Menyisir sungai Batu Benawa,  di rantauan burung berbunyi

Jukung jukung baampah kapahumaan dan meramu manisnya humbut bangkala

Sungai yang mengalirkan riwayat banyu mata Diang Ingsun

Tebing batu batu yang meriwayatkan kuciak Raden Panganten

Sungai terus mengalir.  Mengalir kesegenap sudut hati anak negri

Yang terus mencintai tanah banyu tempat yang melahirkan kita

Jukung berkayuh di rantauan.  Dundang pengayuh mengalun di antara burung berbunyi

 

nyanyian burung

membuka pintu pagi

jukung berkayuh

 

Yulan ya lalalin.  Derai dedaunan pohon luwa sepanjang tepi sungai mengingatkan pada kita

Sungai adalah pusaka nenek moyang yang mesti kita jaga kita pelihara sepanjang masa

Dundang jukung berkayuh di tengah rantauan menyisir lubuk hati anak negri yang bauntung batuah

Yulan ya lalalin. Gugus ilung yang merekahkan bunga yang paling biru sebab air yang bening dan jenih

Bulan yang becermin  di atasnya galuh bungas yang maambun pupur membaca mantra pekasih

Angin yang berhembus dari pegunungan Meratus jadi kepayang. Duhai eloknya tanah banyu

 

Di tengah rantauan itu berkayuh jukung seorang labai perantau dari negri cina

Angin yang berhembus lembut melayangkan nyanyian chunchiu. Yulan ya lalalin

Menyisir sepanjang sungai Batu Benawa dan bertanya ini negri apa gerangan sungguh elok

Orang yang berada  di tepi sungai yang sedang membuat bara api

“ Bara Bai ai “. Orang itu menyangka apa yang sedang  dikerjakan

Labai itu tersenyum lalu bergumam “ Barabai”

 

Labai itu terus berkayuh sampai ke muara Pulau Tatas

Eksplorasi perjalanan yang berkesan melekat di hati dan di daun lidah

Hidup dan kehidupan terus berkayuh dimana rantau zaman yang terus berkembang

Dundang rantauan itu tak pernah bersudah selama bumi berputar pada porosnya

Dundang ya dundang alahai sayang :

 

asal muasal

nama kota Barabai

Bandung Borneo

 

Banjarbaru, 2019

 

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 38

 

Musafir Usia

 

membaca alam

di dalam keheningan

lengsernya senja

 

Fana

Alir nadi setiap tapak melangkah

serupa gemercik air guntung yang mengalir di bebatuan pada sebuah hutan

yang tinggal serumpun halaban

Dan nafas

serupa angin di padang ilalang

 

semua fana

apa yang dibanggakan

ruang yang gelap

 

Malam memberi jendela kaca yang menjadi cermin setiap pagi tiba

cermin dari perjalanan usia yang semakin renta

Mana kala merenung langit

Bulan yang jatuh di ujung ranting

Sungguh membangun rumah masa depan memerlukan keyakinan yang teguh

 

malam tafakur

tenggelam di sajadah

menyusur kiblat

 

Menyusur cahayamu setiap melafal takbir

pada ayat ayat yang menghampar menuju rumahmu

menghampar di puncak menara hati

Dan suatu malam :

 

musafir itu

menutup kamar hening

di batas malam

 

Banjarbaru, 2020

 

 

Haisi ( 詩俳句 ) ke - 39.

 

Rindu Semilir

 

di daun lalang

seekor capung merah

angin semilir

 

Berayun ayun

melahirkan rindu pada sebuah dusun tempat di mana dilahirkan

Di kala kanak

mencari buah karamunting   memetik buah kuranji

bermain ayunan di bawah rumah adat rumah bubungan tinggi

dan pada sebuah dangau nikmat semilir angin

 

di hari teduh

angin membelai padi

makan di dangau

 

Angin semilir

Nun sesayup lenguh kerbau  di hamparan sawah dan puput seruling bambu

menjadikan mata kilir kiliran si banyu mata :

dundang 

tiup api di gunung ledang api ditiup lah sayang

sayang api ke mana bertiup asapnya ya dundang

hati dandaman kemana jua mencari obatnya

obatnya si jantung hati

 

Capung merah itu terbang melayang meniti angin meniti ke mana terbang kembang ilalang

meniti di mana suara riak alir air sebuah anak sungai yang membelah lembah

Capung itu lalu entah ke mana

Dan lelaki itu

Membawa  kesumat rindu menapak jalan setapak :

 

air pancuran

mencuci debu kalbu

di beduk petang

 

Banjarbaru, 2020

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Arsyad Indradi    Khabar Dari Dusun 10 0 Haisi Indonesia   Ilustrasi Cover :   Alvin Shul Vatrick Penerbit : ...Kelompok Stud...