Haisi ( 詩俳句 ) ke - 1.
Dalam Kamar 230
tubuhmukah di atas tubuhku
persis seperti dulu
seperti akan menjadikan aku kembali berdua
getar bibir memetik katakata
yang masih jelas kau untai
di dinding kamar ingatan
sangat gulita
dalam dosa dan doa
tubuhmu luka
tangan cuma meraba raba kesekalian
dinding
gulita yang membungkus tubuh kita
membungkus sekalian angan angan
dalam kamar 3 X 3
pelita itu
kehilangan cahaya
tubuh nestapa
aku berlari apakah kau di sana
ke lorong lorong cuma kosong ke padang padang
cuma ilalang
ke batu batu cuma batu kupetik bintang cuma kunang kunang
siapa siapa cuma dusta
setelah itu tinggal bayang
tubuhmu masih di atas tubuhku
getar bibir : tuhan jangan kau tinggalkan aku
Malang, 2011
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 2.
Di Kamar Pintu
angin yang lembut
burung riang di pagi
di kota Tebo
nyanyian pagi
berkayuh ketek di Danau Sigombak merdu kecipak ombak
sekawan angsa putih terjun ke danau
cahya pagi yang memantul di alir air kemilau
kaki melangkah kata bismillah
risalah batin yang membentang langit biru
kota yang memberi danau kemilau
harumnya narasi pagi
aliran napas
harum narasi pagi
untaian zikir
tafakur di ubin lantai
makam Sultan Thaha Saifuddin, kubaca sejarahnya
seperti aku membaca Sultan Adam yang bermakam di hatiku
negri seloka menyimpan tanah pilih
di kedalaman jantungnya
kuasapkan harum setanggi di
prasasti
wajah tak pernah pupus dalam sanubari
duduk bersimpuh masuk dalam percakapan batin saling merindu
hari yang berjatuhan dan lenyap
ditiup waktu tapi kau masih seperti dulu
sahabatku : Ari Setya Ardhi
dalam puisi
Ari Setya Ardhi
tak pupus waktu
nyanyian pagi masih berembun di daun daun
masih terdengar kecipak ketek di Danau Sigombak
danau Sigombak taman angsa angsa
melahirkan cinta dan kasih sayang
di pagi ini
angsa di kota Tebo
melayang layang
Tebo, 2011
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 3.
Dalam Kamar
Ekstase
lelangit kamar
bertabur cahya bintang
tangan tak sampai
jelajah pada dikedalaman malam
dan bimbang setiap persimpangan
raga dan jiwa semakin bersimpuh
manakala semakin jauh
kepak lelawa
m’lintas kaca jendela
kamar menyepi
mengalir keheningan jiwa
mengalir sampai tak berhingga
menggalir angan angan yang terpendam
dalam misteri kehidupan
menafsir jejak
misteri kehidupan
kamar ekstase
Banjarbaru, 2012
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 4.
Dalam Kamar 101
kaca jendela pecah
ku pun menggelepar dan jatuh
di ubin ubin lantai
tersebab angan
tak sampai dari tangan
kelam di nian
dideras napas nafsu nafsi
tubuhku begitu nista
terdampar di tubuhmu
lalu tenggelam di lampu padam
di luar kamar
cuma kepak lelawa
melintas kelam
tak
mampu diri menolong
dan kamar tak ada lorong
dinding batu
tanganku gemetar
membuka gorden jendela :
aku kehilangan tuhan
tuhan di mana
jangan tinggalkan aku
siluet malam
Surabaya,2012
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 5.
Kamar Dalam Sketsa Laut 1
rindu yang dalam
senja gelora laut
nun pelayaran
dendang pelagu rindu
melabuh cinta di kedalaman hati
angin membawa kembara
menyisir kaki langit
menyisir merahnya lembayung
membawa deburan jiwa
perahu nelayan satu persatu berlabuh
satu persatu rindu didendangkan
gemuruh ombak, sebab akulah laut
buih berdesir, sebab kaulah pantai
laut dan pantai adalah satu jiwa
dalam gelora cinta
masih didendangkan
keyakinan impian yang dilabuhkan
di puncak ombak surya telah bersilam
dan dermaga pun kian berkelam
dermaga jiwa
arung tatkala senja
rindu yang dalam
Tanbu,2012
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 6.
Kamar Dalam Sketsa Laut 2
rindu bertasbih
arung lautan cinta
di nian hari
rindukukah yang mengombak di atas laut
selepas menyisir pantai lalu senyap ?
kelepak camar di atas tuts – tuts buih
lalu menasbih hari-hariku yang luruh
debar menebar kamar
angin yang membawa khabar
perahu merapat ke dermaga
selepas arung dari laut cinta ?
di laut cinta
arung debaran rindu
dermaga jiwa
Tanbu, 2012
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 7.
Pada sebuah Villa kamar
udara apa
melompat dari bukit
malam menggigil
masuklah pintu tak berkunci
demikian gemerisik rerumpun anggur
jantungku mendebur
gorden bergoyang
dalam bayangan malam
lengkingan sepi
tak habis aku mengerti
langkah apa yang membawaku kemari
hingga tubuhku jadi kaku begini
di tabir kelam
dua b’las bidadari
bermata jambon
sebuah villa di kota Batu
memberi sebuah kamar
kucium aroma mawar
Kota Batu, 2012
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 8.
Di Malam Hening
duduk bersimpuh
malam jiwa gemuruh
merenung diri
dalam gemuruh duduk bersimpuh
masih mampukah aku menyeru namamu
tahun yang
datang dan pergi di jalan bersimpang
dan aku cuma menatap sampai bayang itu menghilang
setiap kali merenung dan setiap
kali menukik jauh ke dalam
bahkan sampai ke dasar di mana kau yang bersemayam
ingin kembali menjadi hidup bercinta
sebab aku lahir tanpa ibubapa
malam gemuruh
embun lekat di daun
doa yang rimbun
malam itu jiwa teramat gemuruh
duduk bersimpuh dalam katupan mata memandang alam semesta
membaca di balik gulita di mana kau genggam rahasia cinta
kembali merenung
berjalan sampai ke batas perhentian jiwa
bersitatap
bersitatap dalam maha duka
jika aku pantas
masukkan ke dalam rahimmu
dan lahirkan kembali
Bbaru, 2010.
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 9.
Kamar 305
seorang gadis
kehilangan mahkota
kota Jakarta
teringat Kali
Ciliwung yang mengalir tenang dan jernih
gadis gadis Betawi bersenda gurau mandi bersiraman ada yang menimba air
ada yang mencuci pakaian
dan aku serupa Jaka Tarub di balik rerumpun perdu menahan nafas yang memburu
angin semilir yang menembangkan lirisliris tentang asal usul Sunda
Kelapa
yang melahirkan gadis perawan
gadis perawan
bunga di embun pagi
mekar mengharum
zaman terus berjalan mengubah segala
bentuk peradaban
dan aku tiada mengenal lagi nuansa asri kehidupan
hanyalah aroma parfom dari gedung menjulang, rumah arsitek lain
jalan yang berlalu lalang gairah nafsu
duniawi
gairah nafsu
duniawi semata
ke mana langkah
aku telah kehilangan dan letih di halaman istana dan gedung parlemen
orang orang tak ubahnya ular melata setiap denyut jantung metropolitan
aku telah kehilangan sejarah dari kebenaran kebenaran
dalam gemuruh seribu rupa
seribu rupa
yang kehilangan aura
kota Jakarta
Jakarta,2013
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 10.
Muraqabah Dalam Kamar 108
dalam tafakur
malam menghantar hening
kalbu berzikir
Pada malam malam yang hening
Kerinduan yang dalam senantiasa bermuraqabah
Ma’rifatullah penerang jalan menuju rumahmu
Panjatan doa harapan kasih sayang
di malam Hening
balut tulang belulang
dengan asmamu
Kurapal ayat hauqalah sebab aku yang
fakir
Yang tak mampu menolong diri sendiri
Yang terperangkap dalam nista dunia
Kecuali pertolonganmu ya Allah
malam yang fitrah
tempat panjatan doa
hamba yang fakir
Malang, 2013
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 11.
Dalam Kamar 144 : Membuka jiwa
alam bersabda
belajar dari gagak
kasih dan cinta
Setiap kali membuka jendela
Lidah senatiasa dusta
Menampar kaca jendela
Kupunguti usiaku luka luka
Di ubin jejak berserak poranda
Alir darah perih membuncah
merintis jalan
ke rumah masa depan
lengsernya senja
Ranjang diri tiada lagi ranjang jiwa
Cinta kehilangan hakikatnya
Dalam keluh kesah gulita malam
Aku ingin pulang
Pada sujud pada kiblatku
Kembali lahir dari rahimmu
membuka jiwa
khusyu’ di dalam hening
hakikat hayat
Malang, 2013
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 12.
Kamar Rumah Bambu
Sudah lama tidak mendengar beduk
Tetapi setelah berada di dusun ini
Suara bertalu sangat menyentuh hati
Lembut syahdu tentram dan damai
di mana beduk
tak terdengar lagi
jiwa yang syahdu
Banyak masjid atau pun surau melupakan
beduk
Berganti dengan suara sirine
Acap kali aku dikejutkan suara sirine itu
Kusangka suara mobil ambulance atau mobil pemadam kebakaran
sejauh tatap
petang di kala hening
mengaca diri
Duduk di beranda rumah bambu
Petang memberi warna jambon dari puncak gunung dan turun ke lembah serupa geliat ikan arwana di telaga biru
Dan hening menanti magrib dan tampak dari tebing batu air pancuran
air memancur kemilau iman
di gema beduk
kusempurnakan wudhu
pancuran iman
Dusun Pancur 13, 2014
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 13.
Kepayang Di Wajah Pirang
ladang petani
gadis berambut pirang
di surya pagi
Sejuk nafas di seluas ladang menghijau
Dan di dangau pelepas penat kehidupan
Burung burung mengucapkan salam
Selamat pagi para insan yang merindu
angin bersiul
gadis pirang berdendang
kemilau pagi
Dari dangau angin mengantar aroma
Harumnya si tubuh pirang dari bara membakar
Di bawah teduh rerimbun pohon mempelam
Sekawan lembu mengunyah rerumputan
pagi mengepul
harum tubuh si pirang
riang pematang
Batang batang jagung gemulai di sepoi
angin
Memakna kehidupan para petani
Tak lelah tulang belulang mengayun pacul
Kejujuran dan kesetiaan insan di desa
Nganjuk, 2014
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 14.
Daun Jendela
mentari senja
lenyap pandangan mata
hanya gulita
Membayangkan jendela ini tanpa berdaun
jendela
Tak cukup kata kata selain merenung
Masuk ke dalam jiwa
Ke dalam diri yang fana
Kamar kehidupan
Kamar kematian
Hidup kehilangan warna
Kehilangan makna
kala merenung
pekat depan jendela
sonder berdaun
Membayangkan jendela ini tanpa berdaun
jendela
Jendela hati
Membayangkan apakah akan dapat bercinta lagi
Kekasih :
menggali cinta
sampai ke batas fajar
penghuni jiwa
Banjarbaru,2014
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 15.
Rindu Danau
danau mengering
lenguhan kerbau kalang
tempat berkubang
Lenguh kerbau kalang kehilangan danaunya
Danau habitat turun temurun
Ada kehidupan lain yang memaksa
Menjadikan kerbau kalang terasing dari negri sendiri
Adakah yang peduli perih lukanya?
perih lukanya
setiap pulang kandang
tubuh berlumpur
Air danau adalah sumber kehidupan
Kerbau rerumputan ikan dan jukung yang memandu itik
Di kala fajar lembayung mulai bangkit membuka pintu kandang
Dan kala petang lembayung menggiring masuk ke pintu malam
ke pintu malam
merebahkan impian
segala letih
Pandangan mata melayangkan narasi
kerinduan tentang kehidupan
Di tengah danau kecipak gugusan kerbau
Dan ribuan itik mengarung danau kamilau
Dan dendang penanjak meniti ombak
meniti ombak
senandung lagu rindu
kala lembayung
kepada siapa lagi lagu rindu
didendangkan
kala pagi atau sore atau malam
atau penanjak yang senantiasa menunjuk ke arah langit
atau hanya kepada entah
kepada entah
kala lembayung itu
hilang percuma
Amuntai,2014
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 16.
Di Sebuah Kamar 097
segelas anggur
kamar berupa rupa
di bayang malam
Cahya yang melayang di pelupuk mata
Serupa kelap kelip kunang kunang
Menyisir sepanjang jalan impian
Angin rerimbun daun mengkudu
Serupa tangis bayi kehabisan susu
Melata di ubin lantai
ke masa lampau
malam sepi mendesau
kesumat risau
Aku tak berdua lagi pada diriku
Denyut jam dinding terasa kian nyaring
Dan kamar kian berganti rupa
Di dinding kamar bayang bayang
Melukis jejak berlari kencang
Ada sekali angin mengetuk lawang
segelas anggur
menutup pintu malam
kamar impian
Purwokerto, 2014
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 17.
Malam Tifa Kemerdekaan
malam ini membuka hati saling bertaut
langit menyalakan rembulan dan menyulut bintang bintang
cahya memancar kesetiap ruang jiwa menyimpul tali percintaan
yang datang dari segenap negri kasih sayang
kasih dan sayang
cahya bulan dan bintang
jiwa yang terang
malam jadi setanggi
tifa menggitakan ratusan sajak ratusan jiwa mengombak
menggitakan kapal kapal berlabuh dalam semilir birunya langit
dan bertambat pada dermaga kehidupan yang dibangun bersama
hati bersatu
malam nian setanggi
dermaga cinta
malam ini malam penuh riwayat
sebab bersatu hati tidak ada lagi perbedaan yang dipersengketakan
tidak ada lagi pemberhalaan dihiruk pikuknya roda zaman
perdamaian mesti disuburkan di tanah negri tercinta
penuh riwayat
tahun senandung tifa
Kemerdekaan
dalam kobaran api unggun senandung tifa
sajak membubus dalam hembusan semangat jiwa
merenung kembali setiap kenduri hari ulang tahun
mengisi makna hakikat kemerdekaan negri tercinta
Tangerang, 2015
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 18.
Jendela Kamar Bambu
mawar merekah
teringat bunga desa
pagi di Jember
Wirama dari pepohonan yang mengitari
rumah rumah bambu
Menjadikan wirasa lain di pagi yang berkemilau embun
Aku serupa burung kenari yang menari nari dari ranting ke ranting
Aroma mawar yang bergayut di sayap angin
Napas pun menjadi harum
pagi mengintip
gadis mencuci mimpi
sungai perawan
Dari sekian dusun di pelosok pelosok
tanah negri
Demikian pula di sini sebuah dusun yang tentram dan damai
Ketika ayam jantan berkokok di dini hari dan kumandang azan
Ucapan syukur pada Illahi Rabbi limpahan rahmat dan nikmat
Jauh dari kebisingan dan polusi udara kota
Dusun yang tentram dan damai
Rumah bambu berhalaman rerumpun mawar
Jambun cahaya pagi
Dari jendela :
mengintip ulat
berubah kupu kupu
dari kepompong
Narasi ini kala pagi pada sebuah taman
Cahaya mentari jambun
Ada sepoi angin yang mungil melayang layang :
di ranting pagi
kupu kupu dan mawar
berayun ayun
Jember, 2015
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 19.
Sebuah Danau : Dendam Tak Sudah
adalah cinta
di danau air mata
dendam tak sudah
Mataku berenang di wajah sebuah danau
Membaca riwayat yang terpendam dikedalaman airnya
Dikedalaman air mata cinta
Dendam tak sudah demikian gemercik riak
ombak
Cinta yang berpaut danau persemayaman abadi
Sungguh betapa agungnya sebuah cinta
Bengkulu, 2015
Haisi ( 詩俳句 ) ke - 20.
seperti akan menjadikan aku kembali berdua
dalam dosa dan doa
tubuhmu luka
gulita yang membungkus tubuh kita
membungkus sekalian angan angan
kehilangan cahaya
tubuh nestapa
ke batu batu cuma batu kupetik bintang cuma kunang kunang
setelah itu tinggal bayang
getar bibir : tuhan jangan kau tinggalkan aku
burung riang di pagi
di kota Tebo
harum narasi pagi
untaian zikir
Ari Setya Ardhi
tak pupus waktu
angsa di kota Tebo
melayang layang
bertabur cahya bintang
tangan tak sampai
dan bimbang setiap persimpangan
raga dan jiwa semakin bersimpuh
m’lintas kaca jendela
kamar menyepi
misteri kehidupan
kamar ekstase
di ubin ubin lantai
tak sampai dari tangan
kelam di nian
lalu tenggelam di lampu padam
cuma kepak lelawa
melintas kelam
dan kamar tak ada lorong
jangan tinggalkan aku
siluet malam
senja gelora laut
nun pelayaran
satu persatu rindu didendangkan
arung tatkala senja
rindu yang dalam
arung lautan cinta
di nian hari
selepas arung dari laut cinta ?
arung debaran rindu
dermaga jiwa
melompat dari bukit
malam menggigil
dalam bayangan malam
lengkingan sepi
langkah apa yang membawaku kemari
dua b’las bidadari
bermata jambon
malam jiwa gemuruh
merenung diri
dan aku cuma menatap sampai bayang itu menghilang
embun lekat di daun
doa yang rimbun
berjalan sampai ke batas perhentian jiwa
bersitatap
bersitatap dalam maha duka
masukkan ke dalam rahimmu
dan lahirkan kembali
kehilangan mahkota
kota Jakarta
gadis gadis Betawi bersenda gurau mandi bersiraman ada yang menimba air
dan aku serupa Jaka Tarub di balik rerumpun perdu menahan nafas yang memburu
bunga di embun pagi
mekar mengharum
duniawi semata
ke mana langkah
yang kehilangan aura
kota Jakarta
kalbu berzikir
Kerinduan yang dalam senantiasa bermuraqabah
Ma’rifatullah penerang jalan menuju rumahmu
Panjatan doa harapan kasih sayang
dengan asmamu
Yang tak mampu menolong diri sendiri
Yang terperangkap dalam nista dunia
Kecuali pertolonganmu ya Allah
tempat panjatan doa
hamba yang fakir
belajar dari gagak
kasih dan cinta
Lidah senatiasa dusta
Menampar kaca jendela
Di ubin jejak berserak poranda
Alir darah perih membuncah
ke rumah masa depan
lengsernya senja
Cinta kehilangan hakikatnya
Dalam keluh kesah gulita malam
Pada sujud pada kiblatku
Kembali lahir dari rahimmu
khusyu’ di dalam hening
hakikat hayat
Tetapi setelah berada di dusun ini
Suara bertalu sangat menyentuh hati
Lembut syahdu tentram dan damai
tak terdengar lagi
jiwa yang syahdu
Berganti dengan suara sirine
Acap kali aku dikejutkan suara sirine itu
Kusangka suara mobil ambulance atau mobil pemadam kebakaran
petang di kala hening
mengaca diri
Petang memberi warna jambon dari puncak gunung dan turun ke lembah serupa geliat ikan arwana di telaga biru
Dan hening menanti magrib dan tampak dari tebing batu air pancuran
air memancur kemilau iman
kusempurnakan wudhu
pancuran iman
gadis berambut pirang
di surya pagi
Dan di dangau pelepas penat kehidupan
Burung burung mengucapkan salam
Selamat pagi para insan yang merindu
gadis pirang berdendang
kemilau pagi
Harumnya si tubuh pirang dari bara membakar
Di bawah teduh rerimbun pohon mempelam
Sekawan lembu mengunyah rerumputan
harum tubuh si pirang
riang pematang
Memakna kehidupan para petani
Tak lelah tulang belulang mengayun pacul
Kejujuran dan kesetiaan insan di desa
lenyap pandangan mata
hanya gulita
Tak cukup kata kata selain merenung
Masuk ke dalam jiwa
Ke dalam diri yang fana
Kamar kematian
Hidup kehilangan warna
Kehilangan makna
pekat depan jendela
sonder berdaun
Jendela hati
Membayangkan apakah akan dapat bercinta lagi
Kekasih :
sampai ke batas fajar
penghuni jiwa
lenguhan kerbau kalang
tempat berkubang
Danau habitat turun temurun
Ada kehidupan lain yang memaksa
Menjadikan kerbau kalang terasing dari negri sendiri
Adakah yang peduli perih lukanya?
setiap pulang kandang
tubuh berlumpur
Kerbau rerumputan ikan dan jukung yang memandu itik
Di kala fajar lembayung mulai bangkit membuka pintu kandang
Dan kala petang lembayung menggiring masuk ke pintu malam
merebahkan impian
segala letih
Di tengah danau kecipak gugusan kerbau
Dan ribuan itik mengarung danau kamilau
Dan dendang penanjak meniti ombak
senandung lagu rindu
kala lembayung
kala pagi atau sore atau malam
atau penanjak yang senantiasa menunjuk ke arah langit
atau hanya kepada entah
kala lembayung itu
hilang percuma
kamar berupa rupa
di bayang malam
Serupa kelap kelip kunang kunang
Menyisir sepanjang jalan impian
Serupa tangis bayi kehabisan susu
Melata di ubin lantai
malam sepi mendesau
kesumat risau
Denyut jam dinding terasa kian nyaring
Dan kamar kian berganti rupa
Melukis jejak berlari kencang
Ada sekali angin mengetuk lawang
menutup pintu malam
kamar impian
langit menyalakan rembulan dan menyulut bintang bintang
cahya memancar kesetiap ruang jiwa menyimpul tali percintaan
yang datang dari segenap negri kasih sayang
cahya bulan dan bintang
jiwa yang terang
tifa menggitakan ratusan sajak ratusan jiwa mengombak
menggitakan kapal kapal berlabuh dalam semilir birunya langit
dan bertambat pada dermaga kehidupan yang dibangun bersama
malam nian setanggi
dermaga cinta
sebab bersatu hati tidak ada lagi perbedaan yang dipersengketakan
tidak ada lagi pemberhalaan dihiruk pikuknya roda zaman
perdamaian mesti disuburkan di tanah negri tercinta
tahun senandung tifa
Kemerdekaan
sajak membubus dalam hembusan semangat jiwa
merenung kembali setiap kenduri hari ulang tahun
mengisi makna hakikat kemerdekaan negri tercinta
teringat bunga desa
pagi di Jember
Menjadikan wirasa lain di pagi yang berkemilau embun
Aku serupa burung kenari yang menari nari dari ranting ke ranting
Aroma mawar yang bergayut di sayap angin
Napas pun menjadi harum
gadis mencuci mimpi
sungai perawan
Demikian pula di sini sebuah dusun yang tentram dan damai
Ketika ayam jantan berkokok di dini hari dan kumandang azan
Ucapan syukur pada Illahi Rabbi limpahan rahmat dan nikmat
Jauh dari kebisingan dan polusi udara kota
Rumah bambu berhalaman rerumpun mawar
Jambun cahaya pagi
Dari jendela :
berubah kupu kupu
dari kepompong
Cahaya mentari jambun
Ada sepoi angin yang mungil melayang layang :
kupu kupu dan mawar
berayun ayun
Membaca riwayat yang terpendam dikedalaman airnya
Dikedalaman air mata cinta
Cinta yang berpaut danau persemayaman abadi
Sungguh betapa agungnya sebuah cinta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar